tirto.id - Masyarakat Yogyakarta Melawan Intoleransi (Gemayomi) bersama dengan elemen masyarakat membentuk Aliansi Masyarakat Peduli Budaya (AMPB). Mereka menggelar aksi untuk mendesak polisi menuntaskan kasus perusakan sedekah laut di Bantul, Yogyakarta.
Puluhan orang yang tergabung dalam AMPB menggelar aksi di Polda DIY, Kamis (25/10/2018). Mayoritas dari mereka mengenakan pakaian adat berorasi dan membacakan puisi di halaman Polda DIY.
Dalam orasinya mereka mendesak kepolisian untuk segera menangkap pelaku beserta aktor intelektual di balik tindakan perusakan. Selain itu juga mendesak pemerintah untuk membubarkan ormas yang menebar kebencian dan melakukan tindak kekerasan.
Koordinator aksi Lestanto Boediman ingin agar dalam pengusutan kasus ini, polisi juga memberikan jaminan keamanan terhadap saksi. Pasalnya sebagian warga yang menjadi saksi ketakutan karena masih menerima intimidasi.
"Dari pengamatan kami di lapangan dan rekan kita di sana, bahwa masyarakat masih ditakut-takuti bila memberi keterangan ke polisi mau jadi saksi," kata dia, usai aksi.
Di sisi lain pihaknya ingin agar seluruh kelompok masyarakat dapat menghormati tradisi di Yogyakarta. Terlebih menurutnya Yogyakarta merupakan kota budaya
"Kami ingin ingatkan semua warga yang tinggal di Yogya, mari jaga adat istiadat yang sudah ada sebelum adanya agama," katanya.
Sebagai simbol keprihatinan terhadap adanya upaya perusakan tradisi, aliansi juga menggelar aksi jalan mundur dengan mata tertutup dari Pagelaran Keraton Yogyakarta hingga Titik Nol Kilometer.
"Ini sebagai simbol laku prihatin dan penghormatan kepada Raja, dilanjutkan acara labuhan di Pantai Parangkusumo," kata dia.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY, Kombes Pol Hadi Utomo mengatakan proses penyidikan terhadap kasus perusakan sedekah laut terus berjalan. Namun ia mengakui masih berjalan lamban lantaran sebagian warga tidak mau menjadi saksi dalam kasus ini.
"Maka kami juga menjadi bingung ketika orang tidak mau menjadi saksi tapi minta dilanjutkan, itu aneh," katanya.
Ia meminta agar masyarakat tidak hanya menuntut, tapi juga berani menjadi saksi. Pasalnya polisi hanya akan dapat memproses kasus jika ada fakta yang salah satunya dari saksi.
Menurutnya sesuai Pasal 184 KUHP, jelas mengatakan bahwa saksi dan keterangannya adalah alat bukti. Sehingga ketika tidak ada saksi berarti tidak ada alat bukti.
"Untuk itu kami mohon dengan hormat, bersedialah menjadi saksi, ingat di dalam peristiwa ini laporan polisinya dibuat oleh polisi karena tidak ada warga yang melaporkan peristiwa ini. ini juga menjadi aneh berarti kesadaran warga untuk melaporkan tindak pidana tidak ada," katanya.
Lanjutnya lagi, dalam kasus ini sudah ada sejumlah orang yang telah diperiksa. dan dalam waktu dekat akan diperiksa ulang.
"Penyidikan berdasarkan fakta bukan opini publik, penyidikan juga bukan proses sekejap, dan semua orang bisa mengontrol," ungkap Hadi.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Irwan Syambudi