tirto.id - Kepolisian masih belum menemukan adanya kaitan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, musisi Ahmad Dhani, dan Ketua Panitia Tamasya Al-Maidah Ustad Ansufri Idrus Sambo dengan kasus ujaran kebencian yang menyeret bendahara Tamasya Al-Maidah Asma Dewi.
Meski Asma Dewi diduga dekat dengan Ustad Sambo dan pernah berfoto dengan Prabowo dan Ahmad Dhani, tapi hal ini belum ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. Hal ini ditegaskan oleh Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul kemarin, Rabu (13/9/2017).
Menurut Martinus, kasus pelanggaran pidana ujaran kebencian ini tidak harus dikaitkan dengan aktivitas Asma Dewi saat menjadi bendahara Tamasya Al-Maidah atau Aksi Bela Islam 212.
“(Tidak ada kaitannya dengan) aktivitas yang bersangkutan dalam kegiatan-kegiatan demonstrasi, dalam kaitan dengan sebuah perkumpulan atau pertemuan dengan siapapun, itu diabaikan sama penyidik, tidak menjadi konsen penyidikan,” kata Martinus.
Martinus bertutur, penyidik menyoroti perbuatan Asma Dewi (AD) yang melawan hukum dan memenuhi unsur-unsur pidana. Ia dianggap melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE Tahun 11/2008 sebagaimana telah diubah dengan UU 19/2016. Jika memang perbuatan AD saat Tamasya Al-Maidah tidak memenuhi unsur pidana, tentu polisi tidak akan menyelidiki hal tersebut.
“Nggak ada kaitannya dengan dia berfoto dengan siapa itu apa ya. Penyidikan tugasnya mencari-cari masalah-masalah. Bagaimana proses penegakan hukum ini untuk membuat jernih dan tidak terulang kembali,” tegasnya.
Sampai sekarang, kepolisian masih menyelidiki peran AD sendiri dalam sindikat Saracen. Kabar terakhir, AD menjadi klien dari sindikat penyebar ujaran kebencian tersebut. Penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti berupa komunikasi AD dengan pihak-pihak lain dan keterangan AD untuk menemukan fakta hukum.
Untuk pemesan konten ujaran kebencian ini, Martinus optimis bahwa Asma Dewi tetap bisa dijerat dengan pelanggaran pidana. Kendati demikian, dalam UU ITE memang belum ada aturan yang tegas tertulis terhadap hukuman atau pelarangan pemesan ujaran kebencian.
“Kalau soal mempidanakan siapa yang menyuruh kan ada,” pungkasnya.
“Tapi kita ada hukum pidana itu mengatur siapa yang menyuruh, siapa yang melaksanakan, siapa yang mengonsep. Bisa dihukum. Kan di-juncto-kan dengan KUHP,” lanjutnya.
Baca juga:
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri