tirto.id - Deputi Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Putri Kanesia, mengatakan di satu sisi temuan terbaru Polri soal kasus kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta patut diapresiasi. Namun di sisi lain itu belum cukup.
"Mengacu pada hasil investigasi Polri kemarin, itu belum bisa menggambarkan siapa penembak atau aktor intelektual," kata Putri, ketika dihubungi reporter Tirto, Senin (8/7/2019) kemarin.
Polri merilis sejumlah temuan baru itu di Jakarta, Jumat (5/7/2019) pekan lalu. Salah satunya terkait kematian Harun Al Rasyid dan Abdul Aziz yang disebut ditembak dari jarak dekat.
Harun ditembak pistol hitam diduga Glock 42 dengan kaliber peluru 9,17 mm. Pelaku melakukannya dengan tangan kiri pada jarak sekitar 11 meter dari korban. Sementara Aziz--yang ditemukan 100 meter dari Asrama Brimob Petamburan--ditembak dari belakang dan mengenai punggung kiri. Pelaku diperkirakan menembakkan proyektil 5,56 mm pada jarak 30 meter dari Aziz.
Selain saksi, penyidik juga memanfaatkan bukti visual dari 44 lokasi (sekitar Gedung Badan Pengawas Pemilu, Petamburan, Slipi, dan Jalan Otto Iskandardinata). Bukti visual terdiri dari 60 kamera pengawas, 470 video amatir, 93 foto amatir, 62 media massa, dan 19 tayangan Youtube.
Disebut belum cukup juga karena ada kemungkinan polisi melakukan kekerasan, salah tangkap, hingga salah tembak. Berkaitan dengan dugaan tindak kekerasan oleh polisi, Putri menyatakan harus ada pertanggungjawaban di ranah pidana, bukan sekadar sanksi ringan karena melanggar kode etik profesi.
"Penting juga bagi Polri untuk bisa menjawab kekurangan penyidikan. Memang ada mobil polisi yang dibakar, tapi ada juga peristiwa salah tangkap. Sehingga proses penyidikan bisa menyeluruh, tidak hanya sebagian."
Pada akhirnya Putri belum bisa optimis aktor intelektual kerusuhan bisa diungkap dan dihukum dengan beban yang sesuai. "Sulit bicara optimis atau tidak karena polisi baru sekali merilis laporan. Pertanyaan ini bisa dijawab setelah ada perkembangan lanjutan."
Sementara Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan perkembangan pengungkapan kasus tak bisa dilepaskan dari peran serta masyarakat yang sejak awal mendorong Polri serius.
Sama seperti Putri, Usman berharap polisi mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya. Dan agar itu bisa terjadi, katanya, masyakarat dan LSM harus tetap mendorong polisi seperti yang selama ini sudah dilakukan.
"Itu (pengungkapan temuan Jumat lalu) belum cukup. Harapan kami insiden (penganiayaan) selain di Kampung Bali juga diusut. Termasuk yang terjadi di Jalan Agus Salim, di perempatan di dekat lampu merah, di Jalan Sabang, dekat Fave Hotel, juga di halte Kementerian ATR/BPN," kata Usman.
Dalam kasus Kampung Bali, yaitu saat Brimob bringas menggebuki warga dan videonya viral di media sosial, Polri menjatuhkan sanksi disiplin terhadap anggotanya. 10 anggota Brimob dikurung dalam ruangan khusus selama 21 hari setelah kembali ke Polda tempat mereka bertugas. Bagi staf Advokasi Pembelaan HAM Kontras, Falis Aga Triatama, hukuman ini sama sekali tak sesuai. Brimob mestinya juga dihukum pidana.
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo nampaknya sadar bahwa apa yang mereka lakukan memang belum memuaskan semua pihak, termasuk keluarga korban meninggal. Maka dari itu dia memastikan bahwa Polri "optimis" kasus ini bisa diungkap. Dia juga bilang: "kami bekerja keras."
"Anggota di lapangan tidak kenal istirahat. Tidak kenal libur. Semua kerja keras dalam mengungkap pelaku," kata Dedi di Gedung Bareskrim Polri, Senin (8/7/2019) kemarin.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino