tirto.id - Polda Papua menanggapi isu maraknya penculikan anak di Papua yang meresahkan masyarakat hingga memicu timbulnya konflik dan korban jiwa seperti di Wamena.
Hingga saat ini, Polda Papua dan seluruh polres jajaran belum menerima pengaduan masyarakat tentang penculikan anak. "Kami belum menerima laporan tentang anak yang diculik," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Kombes Pol Faizal Ramadhani, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/3/2023).
Hasil penyelidikan kepolisian perihal penculikan anak, belum ada yang terbukti dengan sah seperti ada korban, pelaku, hingga proses penyidikan yang pemberkasannya dilimpahkan ke pengadilan. Isu penculikan anak ini diduga menjadi pemicu terjadinya kericuhan di Wamena, Papua, 23 Februari lalu.
"Ini artinya informasi penculikan anak masih berkisar di tengah-tengah masyarakat. Namun, belum dapat dibuktikan kebenarannya,” ucap Faizal.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk menghubungi pihak berwajib jika mendapatkan informasi yang belum benar kepastiannya soal penculikan anak.
Faizal juga berharap masyarakat tak main hakim sendiri dalam menyelesaikan persoalan perihal penculikan anak yang memicu kericuhan di Wamena, Papua.
Kericuhan ini berawal pada Kamis, 23 Februari, ketika aparat mendapatkan informasi ada mobil tujuan Kampung Yomaima yang ditahan oleh masyarakat di Kampung Sinakma.
Diduga sopir mobil tersebut adalah seorang penculik anak. Ditambah ada isu yang beredar bahwa penculik merupakan orang pendatang. Hal ini membuat kehebohan warga. Lantas suasana memanas. Tanpa melalui konfirmasi, masyarakat mempercayai isu penculikan anak.
Mereka mulai marah lalu membakar ruko dan kios di Kampung Lantipo, serta menyerang polisi yang kala itu berupaya menenangkan warga. “Saat berusaha menenangkan massa, kami dilempar dengan batu, hingga kami memberikan tembakan peringatan untuk memukul mundur. Namun tak diindahkan dan massa semakin berulah, sampai membakar beberapa bangunan ruko,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ignatius Benny.
Imbasnya, ada 10 orang tewas dan diduga puluhan orang luka. Dari korban-korban tersebut, ditemukan luka yang diakibatkan oleh tembakan maupun luka senjata tajam. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan.
Begitu pula penggunaan kekuatan yang eksesif oleh aparat negara di Papua. "Kami mendesak investigasi yang serius untuk mengusut tuntas insiden ini. Apalagi muncul laporan bahwa beberapa warga tewas akibat tembakan," ujar dia dalam keterangan tertulis, 24 Februari.
Harus ditelusuri melalui proses hukum yang adil dan tidak berpihak siapapun pelaku penembakan, begitu pula pelaku perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, termasuk aksi pembakaran. Peristiwa di Wamena ini menandakan berulangnya kasus kekerasan yang merenggut nyawa banyak warga sipil di Papua.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri