tirto.id - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, penyidik sedang menyelidiki kematian bayi Tiara Debora yang diduga meninggal akibat telatnya penanganan di RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.
“Anggota sudah melakukan laporan polisi dan tentunya sampai hari ini anggota sedang mencari klarifikasi,” kata Argo, seperti dikutip Antara, Selasa (12/9/2017).
Argo menuturkan, penyidik menerima sejumlah informasi dugaan penyebab kematian Debora melalui media sosial. Argo mengaku, polisi telah memeriksa beberapa saksi berkaitan dengan kematian bayi burusia empat bulan tersebut.
Selain itu, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus juga akan meminta keterangan pengelola Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat. “Setelah memeriksa beberapa saksi dan menemukan barang bukti, kami akan gelar perkara,” kata Argo menjelaskan.
Namun demikian, Argo belum dapat memastikan penyebab kematian Debora apakah memenuhi unsur tindak pidana atau tidak. Pihaknya masih akan mendalami dan melakukan penyelidikan terkait meninggalnya bayi Debora, di RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat, pada Minggu (3/9/2017).
Debora diduga tidak mendapatkan penanganan medis di ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit) lantaran kekurangan uang muka, padahal harus segera mendapatkan perawatan intensif akibat penyakit yang dideritanya.
Baca juga:
- Menteri Yohana Sebut Kasus Bayi Debora Bisa ke Ranah Pidana
- RS Mitra Keluarga Bantah Telantarkan Bayi Debora
Kepala Dinkes DKI, Koesmedi Priharto mengatakan, pihak rumah sakit seharusnya tidak menunda bocah 4 bulan itu masuk ke ruang PICU hanya karena proses administrasi yang belum selesai. Apalagi orangtua bayi Debora adalah pemegang kartu BPJS Kesehatan.
“Ini salah dari awal. Harusnya ditanya pembiayaan dibayar siapa? Ternyata dia punya BPJS. Kalau BPJS, pendanaan kegawatdaruratan [ditanggung] sampai stabil. Perlu PICU, itu bisa tagih ke BPJS,” kata dia, saat konferensi pers di Gedung Dinas Kesehatan DKI, di Jakarta Barat, Senin (11/9/2017).
Akibat kesalahan tersebut, kata Koesmedi, saat dokter menyarankan bayi Debora masuk ke ruang PICU, maka rumah sakit meminta agar orangtua Debora memenuhi pelunasan uang muka sebesar Rp11 juta dari total Rp19,8 juta yang harus dibayar.
Direktur RS Mitra Keluarga, Fransisca Dewi, mengaku pihaknya memang menyarankan agar bayi Debora dirujuk ke rumah sakit yang berkerjasama dengan BPJS. Hal itu lantaran biaya fasilitas dan peralatan rumah sakit swasta lebih mahal. Fransisca mengatakan saran tersebut disampaikan agar orangtua Debora dapat memanfaatkan layanan yang sesuai tanpa terbebani biaya besar.
Baca juga:Dinkes DKI Sebut RS Mitra Keluarga Melakukan Kelalaian
Dalam kasus ini, Dinas Kesehatan DKI meminta agar RS Mitra Keluarga membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi kembali kelengahan menangani pasien. Surat pernyataan itu sebagai konsekuensi meninggalnya bayi Debora karena kelalaian administrasi RS Mitra Keluarga.
“Direktur sudah buat surat pada saya. Dia janji dan bersedia memberikan pelayanan kesehatan yang aman tanpa diskriminasi sesuai dengan standar pelayanan rumah sakitnya,” kata Koesmedi.
Selain komitmen tidak mendiskriminasi pasien, surat pernyataan tersebut juga menyatakan kesediaan melakukan fungsi sosial dengan memberikan pelayanan unit gawat darurat tanpa uang muka, serta melakukan sistem rujukan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
“Apabila melanggar, saya siap terima konsekuensi berupa pencabutan izin rumah sakit yang dipimpin,” kata Koesmadi mengutip isi surat pernyataan.
Baca juga:RS Mitra Keluarga Buat Surat Pernyataan Tak Ulangi Kelalaian
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz