Menuju konten utama

Menteri Yohana Sebut Kasus Bayi Debora Bisa ke Ranah Pidana

Menteri Yohana mengaku sudah melakukan koordinasi dengan Kepolisian untuk mengusut kasus kematian bayi Debora.

Menteri Yohana Sebut Kasus Bayi Debora Bisa ke Ranah Pidana
RS Mitra Keluarga Kalideres. Screenshot/maps/Google.co.id.

tirto.id - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Susana Yembise merespons kasus kematian bayi Debora akibat dugaan telat penanganan di RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat. Ia menduga ada unsur pidana dalam kematian bocah berusia 4 bulan itu.

“Karena setiap anak punya hak untuk hidup dan hak untuk diperhatikan, bila mana terdapat setelah diselidiki melakukan dan melanggar UU Perlindungan [Anak], maka akan dikenakan pidana,” kata Yohana, di Komplek DPR Senayan, Senin (11/9/2017).

Dalam UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak terdapat beberapa ancaman pidana terkait tindakan kepada anak.

Perempuan kelahiran Manokwari, Papua Barat ini mengungkapkan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kepolisian untuk mengusut kasus ini. Ia juga mendesak kepada lembaga dan kementerian terkait untuk menindak rumah sakit yang melakukan hal serupa.

“Iya staf saya sudah saya kirimkan ke sana [RS Mitra Keluarga], untuk melihat sekaligus bersama-sama dengan P2TP2A [Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak] setempat, saya mudah-mudahan ada waktu setelah saya kembali dari Kanada,” kata Yohana.

Yohana juga meminta kepada masyarakat untuk aktif berkoordinasi dengan Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian dan P2PTP2A di setiap daerah.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid menyatakan, kasus ini terjadi karena ada kelemahan data-data masyarakat miskin di Kementerian Sosial, Kementerian PPPA, dan Kementerian Kesehatan.

“Kami bicara keras dengan mitra kami, Kemensos, Kemenkes, soal update data, jangan sampai ada masyarakat miskin tapi tak tersentuh dengan perlindungan sosial dan perlindungan kesehatan,” kata Sodik, Senin (11/9/2017).

Selain itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini juga meminta agar rumah sakit mematuhi tentang CSR. CSR selama ini diatur dalam UU No 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. CSR atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) juga diatur dalam PP No 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan. Menurutnya, dalam kasus bayi Debora, kata Sodik, ketika ada pasien yang tidak memiliki BPJS Kesehatan bisa ditangani dengan menggunakan CSR.

“Intinya perlindungan kesehatan dan perlindungan sosial dipergunakan secara maksimum sehingga tak ada korban,” kata Sodik.

Kemenkes Kirim Tim ke RS Mitra Keluarga

Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek mengatakan setiap rumah sakit seharusnya menolong semua pasien gawat darurat. Berdasarkan regulasi yang berlaku, meskipun kondisi keluarga korban atau korban sedang kesulitan biaya, rumah sakit seharusnya bisa memberikan penanganan terlebih dahulu.

Pernyataan Menkes itu merespons kematian kasus bayi Debora. Debora meninggal setelah perawatannya sempat tersendat akibat masalah administrasi rumah sakit. Pihak keluarga pun menyalahkan rumah sakit karena tidak merawat bayi tersebut terlebih dahulu, padahal ada regulasi terkait hal itu.

“Secara regulasi setiap keadaan gawat darurat harus ditolong di rumah sakit. Tapi melihat dari apa yang dijawab rumah sakit, mereka menolong dan kemudian kita harus tahu sampai sejauh mana keadaan penyakit anak tersebut, itu yang harus kita lihat,” kata Nila, di Auditorium Mutiara, Perguruan Tinggi Ilmu Polisi, Jakarta Selatan, Senin (11/9/2017).

Baca juga: Menteri Kesehatan Soroti Kasus Kematian Bayi Debora

Kendati demikian, Nila belum bisa mengatakan pihak mana yang bersalah dalam kejadian ini. Menurutnya, pemerintah harus melakukan klarifikasi terhadap kedua belah pihak untuk menyusun fakta yang terjadi. Namun, ia juga membenarkan bahwa pertolongan pada pasien gawat darurat sudah diatur dalam undang-undang.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa pasien gawat darurat harus ditangani tanpa memikirkan biaya terlebih dahulu. Dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib untuk melaksanakan fungsi sosial, antara lain memberikan pelayanan pasien tidak mampu/miskin.

Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, fungsi sosial ini kembali ditekankan. Pasal 32 ayat (1) menjelaskan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan demi keselamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan.

"Memang saya kira dalam keadaan gawat darurat, sudah ada UU, tidak bisa memperhitungkan dulu biaya atau anggaran,” kata Menkes.

“Nah, ini nanti kami konfirmasi, mana yang benar mana yang tidak benar,” katanya.

Untuk mengungkap kebenaran kasus ini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Kementerian Kesehatan akan mengunjungi RS Mitra Keluarga untuk mendapat keterangan lebih lanjut. Dalam agenda itu, Dinkes dan Kemenkes akan memanggil manajemen RS untuk dimintai keterangan.

“Saya minta tunggu hari ini. Kita tentu dari Dinkes DKI, Kemenkes, akan pergi ke rumah sakit. Kita harus dengarkan dari dua pihak, jadi tidak hanya satu pihak,” kata Nila.

Baca juga: Soal Bayi Debora, Mendagri Ajak Publik Beri Sanksi ke RS

Respons RS Mitra Keluarga

Saat dikonfirmasi Tirto, pada Minggu (10/9/2017), Humas RS Mitra Keluarga Een Haryani membantah pihaknya menunda pelayanan karena faktor biaya. Ia mengkalim, RS Mitra Keluarga telah melakukan penanganan terhadap bayi Debora.

"Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih baik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis," kata Een.

Akan tetapi, kata Een, kondisi bayi Debora mendadak kembali kritis. Tim dokter menyarankan untuk melakukan perawatan di ICU kepada orangtua Debora.

“Mereka mengaku tidak punya dana. Kami tanya apakah ada BPJS. Mereka bilang punya. Dokter merujuk ke rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS," kata Een.

Een menyatakan, dokter RS Mitra Keluarga pun masih berkomunikasi dengan dokter di rumah sakit tempat Deborah dirujuk. Tapi, tak berselang lama perawat yang melakukan monitoring melaporkan keadaan Debora memburuk.

“Dokter melakukan penanganan 20 menit dengan resuitasi jantung, tapi gagal. Pasien tidak bisa diselamatkan,” katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS BAYI DEBORA atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Kesehatan
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz