tirto.id - Menyoroti meninggalnya balita Tiara Debora, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menjelaskan bahwa setiap rumah sakit seharusnya menolong setiap pasien gawat darurat dalam regulasi rumah sakit. Meskipun kondisi biaya keluarga korban sedang sulit, rumah sakit seharusnya bisa memberikan penanganan terlebih dahulu.
Pada Minggu lalu (3/9/2017), bayi berumur 4 bulan ini meninggal di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat. Tiara meninggal setelah perawatannya sempat tersendat akibat masalah administrasi rumah sakit. Pihak keluarga pun menyalahkan rumah sakit karena tidak merawat Tiara terlebih dahulu, padahal ada regulasi terkait hal itu. Menkes Nila juga membenarkan regulasi tersebut.
"Secara regulasi setiap keadaan gawat darurat harus ditolong di rumah sakit. Tapi melihat dari apa yang dijawab rumah sakit, mereka menolong dan kemudian kita harus tahu sampai sejauh mana keadaan penyakit anak tersebut, itu yang harus kita lihat," pungkasnya di Auditorium Mutiara, Perguruan Tinggi Ilmu Polisi, Jakarta Selatan hari ini, Senin (11/9/2017).
Kendati demikian, Nila belum bisa mengatakan pihak mana yang bersalah dalam kejadian ini. Menurutnya, pemerintah harus melakukan klarifikasi terhadap kedua belah pihak untuk menyusun fakta yang terjadi. Namun, ia juga membenarkan bahwa pertolongan pada pasien gawat darurat sudah diatur dalam undang-undang.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa pasien gawat darurat harus ditangani tanpa memikirkan biaya terlebih dahulu. Dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib untuk melaksanakan fungsi sosial, antara lain memberikan pelayanan pasien tidak mampu/miskin.
Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, fungsi sosial ini kembali ditekankan. Pasal 32 ayat (1) menjelaskan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikam pelayanan kesehatan demi keselamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan.
"Memang saya kira dalam keadaan gawat darurat, sudah ada UU, tidak bisa memperhitungkan dulu biaya atau anggaran," kata Menkes Nila. "Nah, ini nanti kita konfirmasi, mana yang benar mana yang tidak benar," jelasnya.
Demi mengungkap kebenaran hal ini, pihak Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Kementerian Kesehatan akan mengunjungi RS Mitra Keluarga untuk mendapat keterangan lebih lanjut. Dalam agendanya sendiri, Dinkes dan Kemenkes akan memanggil manajemen RS untuk diminta keterangan.
"Saya minta tunggu hari ini. Kita tentu dari Dinkes DKI, Kemenkes, akan pergi ke rumah sakit. Kita harus dengarkan dari dua pihak, jadi tidak hanya satu pihak," paparnya.
Kisruh ini bermula ketika orang tua Debora, Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang membawa Debora ke RS Mitra Keluarga atas kondisi Tiara yang batuk berdahak dan sesak nafas. Tiara sampai di Instalasi Gawat Darurat, tetapi keadaannya malah bertambah buruk. Tiara pun disarankan pindah ke ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
Untuk memasuki ruangan tersebut, pihak RS Mitra Keluarga meminta uang sejumlah Rp19,8 juta sebagai uang muka. Sayangnya, orang tua Tiara hanya memiliki uang Rp5 juta di tabungan miliknya. Pihak RS juga menolak BPJS yang diajukan oleh Henny dan Rudianto.
Setelah dirawat selama enam jam di IGD sejak sekitar 03.30 WIB, Minggu (10/9/2017) pagi, Tiara menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 10.00 WIB. Demi perawatan tersebut saja, Henndy dan Rudianto sudah harus membayar Rp6 juta.
Baca juga:
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari