tirto.id - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengumumkan perlunya perbaikan silabus sekolah untuk mengurangi fokus studi agama pada sistem pendidikan di Malaysia.
Pidato tersebut Mahathir sampaikan saat perjamuan makan malam tahunan di almamaternya Sultan Abdul Hamid College (SAHC), Jumat (21/12/2018). Dia menyesalkan sistem pendidikan sekolah nasional di Malaysia yang telah menjadi sekolah agama.
Silabus yang berfokus pada agama telah menyebabkan siswa tidak memiliki bekal yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan. Mahathir berjanji akan mengubah silabus sekolah dengan mengurangi kelas agama dan meningkatkan silabus tentang kemampuan kerja agar para lulusan dapat beradaptasi dengan pasar.
“Kami tidak ingin siswa hanya tahu cara membaca doa tetapi kurang pengetahuan dalam mata pelajaran lain,” katanya seperti dikutip dari Says.
"Mereka semua belajar tentang agama Islam dan tidak belajar hal lain. Sebagai akibatnya, lulusan atau orang-orang yang lulus di sekolah tidak terlalu fasih dalam hal-hal yang berguna bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan,” tambahnya.
Hal yang ditakutkan oleh Mahathir, ketika Malaysia memiliki banyak ulama yang selalu berbeda satu dengan lainnya, masing-masing akan menyesatkan dan bertengkar satu dengan yang lainnya.
Seperti diwartakan Straits Times, semakin banyak Muslim Melayu yang berubah menjadi konservatif dalam kurun waktu beberapa dekade belakangan. Pemerintah bahkan juga menyiarkan saluran TV Islam populer yang menampilkan ulama konservatif.
Sistem sekolah dasar di Malaysia saat ini dibagi menjadi sekolah-sekolah nasional yang diisi sebagian besar oleh Muslim Melayu. Sedangkan etnis lainnya bersal dari Cina dan India. Ada juga ratusan sekolah Islam yang disebut tahfiz dan madrasah.
Sekarang Malaysia tengah mengalami fase sulit dan membutuhkan orang-orang yang berpendidikan dan peka terhadap pengembangan. Mahathir mendrorong warga Malaysia untuk menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa universal untuk berkembang.
Sebelumnya orang Malaysia dikenal memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik, tapi kualitasnya di sekolah telah menurun dan ini terjadi selama bertahun-tahun. Jika Malaysia tidak pandai berbahasa lain, Malaysia akan tertinggal dan terbelakang. Masyarakat harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan.
Belajar bahasa Inggris bagi Mahathir tidak akan menghilangkan identitas ke-Malaysiaan. Ia mencontohkan orang Jepang dan Cina tidak hanya mempelajari bahasa mereka sendiri, tetapi juga belajar sains dan matematika yang menggunakan bahasa Inggris.
Salah satu warga Malaysia bernama TK Chua seperti opini yang ditulisnya dalam Free Malaysia Today berharap ide dan ambisi Perdana Menteri akan menjadi kenyataan. Meskipun nantinya akan mengalami reaksi yang kuat.
Reaksi itu diberikan semisal dari demonstran anti-ICERD (The International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
Menurut Chua, bukan hanya sekolah nasional saja yang telah menjadi agama, tapi juga keseluruhan budaya Malaysia lainnya. Malaysia sudah terlalu lama membiarkan kepentingan pemimpin berkedok agama menang dan ide-ide kuno berkembang. Banyak orang Malaysia yang diindoktrinasi ke jalan yang salah.
“Mereka menjadi sakral karena di pucuk pimpinan saat ini banyak terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki kemampuan bahasa Inggris dan dengan pandangan dunia yang picik dan non-kosmopolitan,” tulisnya.
Sebab itu menurutnya pemerintah haruslah mendorong perubahan tersebut terjadi.
Editor: Irwan Syambudi