Menuju konten utama

PKL Tak Masalah Wajib Urus Sertifikat Halal, Tapi Harus Gratis

Pedagang kaki lima menyampaikan tak terlalu mempermasalahkan sertifikat halal. Namun, yang penting proses cepat dan gratis.

PKL Tak Masalah Wajib Urus Sertifikat Halal, Tapi Harus Gratis
Pedagang Es Bubur Sumsum di daerah Palmerah, Jakarta Pusat. (Tirto.id/Faesal Mubarok)

tirto.id - Pemerintah mulai mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman, termasuk pedagang kaki lima (PKL) dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki sertifikat halal mulai 18 Oktober 2024.

Ditemui Tirto, pelaku usaha kecil es bubur sumsum di sekitar Palmerah, Jakarta Pusat, Pak Ipin (48) mengaku tak masalah jika diminta untuk mengurus sertifikasi halal. Menurut dia, yang terpenting adalah tidak memberatkan PKL dengan biaya tinggi, dan bila perlu digratiskan.

“Kalau gratis sih enggak papa cuma ya repot juga harus urus,” kata Ipin kepada Tirto, Jumat (2/2/2024).

Namun, Pak Ipin juga menuturkan, pengurusan sertifikasi halal akan merepotkan pelaku usaha lantaran memakan waktu yang lama. Dirinya juga menyayangkan bahwa pedagang keliling juga terimbas wajib sertifikasi.

“Biasanya yang pedagang-pedagang kecil kayak kita kan enggak pake sertifikat halal, merepotkan sih, saya kan pedagang keliling bukan mangkal kayak mie ayam,” ujar Pak Ipin.

“Terkecuali kalau saya punya kios, saya kan gerobak, dari jaman dulu enggak ada urus begituan,” imbuhnya.

Tak hanya itu, berdasarkan pengalamannya berdagang, ia juga mengaku tak pernah menemui pembeli yang menanyakan kehalalan produk jualannya.

“Pelanggan juga enggak pernah minta sertifikat halalnya ada apa enggak,” ucapnya.

Ditemui terpisah, pedagang pisang goreng keju di kawasan yang sama juga mengaku kerepotan harus mengurus sertifikasi halal.

“Capek, emang urus-urusnya itu mau nunggu berapa lama,” kata penjual tersebut.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero mengatakan, urgensi mengurus sertifikasi halal lantaran masyarakat Indonesia mayoritas muslim. Sebab itu, sertifikasi penting untuk menimbulkan rasa kepercayaan.

Dia juga menilai bahwa demand atau permintaan masyarakat akan produk halal mulai tinggi. Hal ini juga tercermin dari permintaan pembeli produk Indonesia di luar negeri.

“Karena konsumen masyarakat Indonesia kan mayoritas muslim, kedua, bahwa internasional juga berharap produk yang dikeluarkan oleh UMKM kita adalah produk-produk halal, lebih nyaman gitu dan itu sudah menjadi permintaan baik lokal maupun internasional,” kata Edy kepada Tirto, Jumat (2/2/2024).

Namun demikian, Edy melihat permasalahan yang ada justru pemerintah membatasi sertifikasi halal bagi pelaku usaha sampai Oktober 2024. Dia juga menyayangkan jika biaya sertifikasi nantinya akan mahal.

“Permasalahannya adalah, jangan main batas-batas dong. Permasalahan lain juga berapa biayanya? bisa gratis enggak? Kalau gratis semua ya mau. Kalau enggak gratis ya mempunyai beban yang tinggi. Perlu ongkos sertifikasi. Pedagang kecil juga berpikir,” ucapnya.

Selain itu, dalam praktiknya, mengurus birokrasi seperti sertifikasi di Indonesia masih marak ditemui pungutan liar atau pungli. Oleh karenanya, pemerintah harus berkomitmen menjaga program sertifikasi dengan baik.

“Bisa saja [ada pungli], jangan mau dipungli, kalau gratis ya gratis,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait FLASH NEWS atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Flash news
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Dwi Ayuningtyas