Menuju konten utama

Pieter Bergsma: Dari Serdadu Kolonial Jadi Organisator Komunis

Piet Bergsma adalah mantan tentara KNIL yang kemudian jadi sekretaris PKI. Ia jadi komunis sejak masih jadi tentara.

Pieter Bergsma: Dari Serdadu Kolonial Jadi Organisator Komunis
Ilustrasi Piet Bergsma. tirto.id/Fuad

tirto.id - Militer dan komunisme sekilas adalah dua dunia yang tak paralel. Tapi, bagi Pieter Bergsma, keduanya adalah jalan hidup yang sudah digariskan untuknya. Yang pertama adalah jalan keluar dari kemiskinan; sementara yang kedua adalah perkara keberpihakan.

Sebagian kisah hidup Piet, begitu dia biasa disapa, terangkum dalam Niet voor God en niet voor het Vaderland: Linkse Soldaten, Matrozen en Hunorganisaties Tijdens de Mobilisatie van '14-'18 (2004, hlm. 833) dan Biografisch Woordenboek van het Socialisme en de Arbeidersbeweging in Nederland (1988, hlm. 13-15).

Piet tumbuh di Franekeradeel, Belanda. Bapaknya Andries Bergsma dan ibunya Japke Vellenga adalah buruh tani. Tercantum 13 April 1882 sebagai hari kelahiran di aktanya.

Bergsma menjadi serdadu di usia 20. Dia tergabung dalam sebuah resimen infanteri. Sehari-hari, dia menjadi serdadu bersepeda motor dengan pangkat sersan.

Pada April 1904, Bergsma diperbantukan ke tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL). Dia berdinas di Hindia Belanda selama dua tahun. Sempat pulang ke Belanda pada 1906, tapi kemudian kembali setahun kemudian.

Bergsma pernah ditempatkan di Sulawesi dan Surabaya. Di tanah koloni itulah dia bertemu Bajoe Kastama yang kemudian dinikahinya pada 1914. Ada sumber yang menyebut Bajoe adalah orang Jawa, tapi sebagian lainnya menyebutnya orang Ambon—sebab ada marga Kastama di sana. Bergsma dan Bajoe Kastama kemudian dikaruniai empat anak.

Dari Militer ke Organisasi Buruh

Bergsma memiliki kawan yang kemudian begitu tersohor dalam sejarah. Dialah Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet (1883-1943) atau yang lebih jamak disebut Henk Sneevliet.

Sneevliet tiba di Hindia Belanda pada 1913 dan sempat bekerja di kamar dagang. Pada 1915 mereka bergabung dengan redaksi Het Vrije Woord—sebuah media berhaluan kiri yang terbit di kalangan militer. Het Vrije Woord yang terbit sebagai mingguan itu adalah kepanjangan tangan dari Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).

Bergsma menabalkan diri sebagai komunis sejak 1911, saat masih aktif di kemiliteran.

Di KNIL, Bergsma juga bergabung dengan perhimpunan serdadu dan bintara Eropa bernama Ons Aller Belang (OAB) namun tidak lama, sedari 1917 hingga akhir 1918 saja. Kala itu dia ditugaskan sebagai juru tulis berpangkat sersan mayor.

OAB, menurut tokoh komunis dan anggota ISDV Adolf Baars, tidak memiliki sudut pandang “perjuangan kelas.” Namun, organisasi tersebut terpengaruh oleh ide-ide sosialisme yang tumbuh perlahan di Hindia Belanda. OAB punya program untuk memperjuangkan kenaikan gaji, tambahan pakaian, posisi hukum yang lebih baik, dan lebih banyak kesempatan cuti.

Bergsma bersama kawannya Arie van den Tok tergolong anggota OAB yang kritis. Arie dan Bergsma menginginkan organisasi serdadu yang independen dari otoritas militer yang berkuasa. Bergsma dianggap sebagai aktivis serikat serdadu yang cukup berpengaruh kala itu.

Berorganisasi di OAB tidaklah mudah. Kerja sama di antara serdadu bawahan dan bintara cukup sulit dibentuk. Terlebih, KNIL melarang para bintaranya menghadiri pertemuan kaum sosialis.

Bergsma pernah merasai sendiri kesulitan itu. Sewaktu jadi staf juru tulis di kantor Departement van Oorlog (Departemen Urusan Perang) di Bandung, Bergsma pernah dapat hukuman 14 hari pada akhir November dan Desember 1918. Setelah itu, Bergsma mengajukan pensiun dini dari KNIL. Disebut bahwa dia dapat uang pensiun f737 tiap tahun.

Usai keluar dari KNIL, Bergsma bergabung dengan Vereeniging van Spoor- en Tramwegpersoneel (VSTP). Serikat buruh kereta api dan trem itu terbilang progresif dan keanggotaannya meliputi orang Belanda dan bumiputra. Bergsma duduk sebagai salah satu pengurus teras VSTP dan digaji.

Selain urusan keorganisasian, Bergsma juga menjadi editor De Volharding. Bergsma kemudian dikenal sebagai aktivis kiri yang radikal dalam melawan kebijakan pemerintah kolonial yang merugikan buruh.

Diusir Pemerintah Kolonial

Buruh kereta api pada era 1920-an adalah golongan yang berani melawan pemerintah kolonial. Mereka jauh lebih galak daripada organisasi besar seperti Sarekat Islam versi Agus Salim.

Bergsma hadir ketika ISDV berubah menjadi Perserikatan Komunis di India—belakangan menjelma jadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Kali ini, Bergsma duduk sebagai sekretaris organisasi. Bersama Tan Malaka, dia mempersiapkan kongres pada 1921.

Keterlibatan dengan gerakan komunis dan gaya yang radikal membuatnya diusir Hindia Belanda oleh gubernur jenderal. Koran De Sumatra Post (23 Februari 1922) memberitakan Bergsma telah menyerang kewibawaan pemerintah kolonial dengan mengatainya “melemparkan orang ke jalanan layaknya memperlakukan seekor anjing.” Tahun itu juga, Bergsma memutuskan untuk pulang kampung.

Bukannya kapok, Bergsma justru makin semangat berpolitik. Di Belanda, dia diterima oleh Communistische Partij Nederland (CPN). Lagi-lagi dia diserahi jabatan sekretaris partai. Dia juga tetap menjalin kontak dengan kaum kiri di Hindia Belanda.

CPN sendiri sudah seperti saudara tua PKI. Media Belanda De Tribune (26 Juni 1926) bahkan menyebut Bergsma sebagai perwakilan PKI di Negeri Belanda.

PKI kemudian tiarap usai kegagalan pemberontakan pada 1926-27. Sejak itu, aktivis-aktivis PKI yang tersisa tercerai-berai. Meski begitu, mereka tetap menggerakkan organisasi secara sembunyi-sembunyi alias di bawah tanah.

Infografik Piet Bergsma

Infografik Piet Bergsma. tirto.id/Fuad

Ketika itu Bergsma mulai menurunkan aktivitas politiknya. Sejak 1930, dia tidak lagi tampil di muka umum sebagai pejabat teras CPN. Di masa tuanya, Bergsma membeli sebuah mobil dan menjadikannya sebuah taksi. Dia sendirilah supirnya.

Hubungannya dengan Indonesia tetap terjaga melalui salah satu putrinya yang menikah dengan seorang Indonesia bernama A.M. Zainoedin.

Koran De Waarheid (26 Januari 1946) menyebut Bergsma aktif bergerak lagi kala Nazi Jerman menyerbu Belanda. Bergsma ikut dalam gerakan ilegal dan dianggap penyelamat kaum muda kiri Belanda.

Bergsma tutup usia pada 24 Januari 1946, ketika Indonesia sudah merdeka. Koran De Waarheid menyebut, “Kami kehilangan sosok seorang kawan yang setia. Bergsma tidak hanya berjuang untuk buruh Belanda, tapi juga Indonesia.”

Baca juga artikel terkait KOMUNISME atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Fadrik Aziz Firdausi