Menuju konten utama

Pidato Prabowo Tolak Hasil Pemilu 2019: Provokatif dan Aneh

TKN Jokowi-Maruf menilai pernyataan Prabowo aneh lantaran hanya menolak hasil pilpres, sementara pileg tidak dipermasalahkan.

Pidato Prabowo Tolak Hasil Pemilu 2019: Provokatif dan Aneh
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menghadiri pertemuan yang digelar oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) yang membahas Fakta-fakta kecurangan Pilpres 2019, Jakarta, Selasa (14/3/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang menolak hasil Pilpres 2019 dikecam pelbagai pihak. Ucapan tersebut dinilai provokatif dan berpotensi mempertajam konflik di antara masyarakat.

"Saya akan menolak hasil penghitungan yang curang. Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," kata Prabowo.

Prabowo menyampaikan hal itu saat memberikan pidato pembuka di agenda "Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019" yang diselenggarakan Badan Pemenangan Nasional (BPN) di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Selasa (14/5/2019) sore.

Bekas Danjen Kopassus ini lantas mengatakan kalau dia akan "membiarkan rakyat yang menentukan jalan". Rakyat yang dia maksud adalah orang-orang yang juga curiga kalau pemilu curang. Prabowo bilang akan tetap bersama mereka.

"Jangan khawatir. Saya selalu bersama rakyat sampai titik darah penghabisan," ujarnya.

Provokatif dan Bikin Bising

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, mengatakan kalau ucapan Prabowo tidak tepat dan cenderung provokatif. Ia seperti menuangkan minyak tanah ke api karena saat ini masyarakat sudah terpolarisasi sedemikian rupa.

"Menolak hasil pemilu di saat hasilnya bahkan belum diumumkan adalah langkah yang terlalu terburu-buru," kata Ujang kepada reporter Tirto, Rabu (15/5/2019).

Ia menilai seharusnya Prabowo dan elite partai koalisi mengeluarkan pernyataan yang menenangkan, menyejukkan, dan mendamaikan.

"Seorang negarawan akan berdiri untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara," ujarnya.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) juga merespons pernyataan Prabowo dengan nada serupa.

"Jadi kalau hanya pembentukan opini, yang ada hanya menghasilkan kebisingan dan ketidaknyamanan masyarakat," kata Bamsoet di DPR RI, Rabu (15/5/2019). "Karena konsekuensinya kalau pemilu ini tidak diakui, maka itu akan berdampak juga pada hasil pemilihan legislatif," tambahnya.

Ia bilang apa yang dikeluhkan Prabowo sebenarnya sudah ada salurannya, yaitu Mahkamah Konstitusi. Lembaga inilah yang diberikan wewenang untuk memutuskan sengketa hasil pemilu. Keputusan MK berkekuatan hukum tetap.

Daripada ribut-ribut, kata Bamsoed, lebih baik Prabowo dan tim selekasnya mengumpulkan semua bukti hingga lengkap dan mengajukan gugatan setelah penghitungan oleh KPU selesai.

Dianggap Aneh

Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Usman Kansong, mengatakan menyelesaikan masalah di MK memang jauh lebih aman.

"Agar tidak terjadi gesekan di tataran grass-root (akar rumput, masyarakat)," kata Usman, Rabu (15/4/2019).

Usman menegaskan pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang akan tetap dilaksanakan dan akan dianggap sah. Ia lantas mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi.

Usman juga menilai bahwa masyarakat sudah dewasa dalam berpolitik. Ia menyebut survei Litbang Kompas yang mengatakan bahwa mayoritas masyarakat sudah bisa menerima hasil Pemilu 2019.

"Survei Kompas itu 90 atau 92 persen saya lupa, menunjukkan bahwa masyarakat sudah bisa menerima hasil Pemilu 2019, apa pun hasilnya. Pihak yang cenderung menolak itu kan elite partai, koalisi, dan tim media sosial," ujar Usman.

"Lagian, kalau kami lihat pernyataan penolakan ini sangat aneh. Masak pileg bisa diterima, tetapi pilpres ditolak? Padahal momennya sama, panitianya sama, petugasnya sama, nyoblosnya waktunya sama. Kan aneh," lanjut dia.

Namun juru bicara BPN Ferdinand Hutahaean membantah apa yang disampaikan Prabowo sebagai provokasi. Ia mengatakan maksud Prabowo adalah memperjuangkan kedaulatan rakyat.

"Maka beliau memutuskan sikap untuk menolak yang namanya kecurangan, menolak pemilu curang, dan akan memperjuangkan kedaulatan rakyat dengan cara yang sah," kata Ferdinand.

Sementara Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menyatakan siap beradu data dengan BPN. Ini adalah respons atas tantangan kubu BPN, kemarin. Evi mengatakan adu data bisa dilakukan dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan perolehan suara yang digelar sejak Jumat 10 Mei hingga 22 Mei 2019 nanti.

"Ini kan sudah dibuka, sudah ada forumnya. Dibawa saja dalam rapat pleno," ucap Evi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).

Baca juga artikel terkait KECURANGAN PEMILU atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan