tirto.id - 28 Agustus 1994, Robbie Fowler menemukan kehidupan yang baru. Pada hari itu usianya baru 19 tahun, namun ia sudah berhasil mencetak hetrik ke gawang Arsenal dalam pertandingan pekan ke-2 Liga Premier musim 1994/95.
Hebatnya lagi, itu bukan sembarang hetrik, melainkan hetrik tercepat dalam sejarah di Inggris dengan catatan waktu 4 menit 33 detik. Rekor itu bertahan selama 21 tahun dan baru ditumbangkan oleh Sadio Mane dengan catatan waktu 2 menit 56 detik pada 2015.
Semuanya bermula dari tendangan bebas yang dilakukan Jamie Redknapp. Martin Keown gagal menghalau bola tersebut lewat sundulan. Bola lantas jatuh di kaki Ian Rush yang secara tak sengaja mengirimnya ke arah Robbie Fowler yang tak terkawal. Lewat sontekan kaki kiri, bola masuk ke gawang yang dijaga David Seaman. Saat itu waktu baru menunjukkan menit ke-26.
Tiga menit kemudian, Fowler kembali mencetak gol lewat kaki kirinya setelah menerima sodoran umpan dari Steve McManaman yang baru melakukan dribel dari tengah lapangan.
“Stadion menjadi gempar,” kenang Fowler dalam otobiografinya Fowler: My Autobiography (2009). “Mencetak dua gol dengan cepat melawan tim dengan pertahanan terbaik di liga.”
Namun, kurang dari dua menit kemudian, Fowler mencetak gol ketiganya setelah menerima umpan lambung dari John Barnes. Tembakan pertamanya berhasil dimentahkan Seaman. Namun, bola muntah tersebut kemudian berhasil dikuasi Fowler. Dari sudut sempit, Fowler berhasil menceploskan bola lewat kaki kanannya.
“Kami semua tahu betapa hebatnya Robbie namun setelah hetrik itu semua orang jadi menaruh perhatian. Sungguh luar biasa untuk pemain semuda itu melakukan hetrik melawan Arsenal; pada masa itu, jika Anda mencetak satu gol melawan mereka, Anda tidak mencetak gol kedua dan ketiga. Namun, Robbie melakukannya, dan dalam waktu yang sangat cepat. Hari itu dia mengabarkan kedatangannnya di Liga Premier,” tutur John Barnes seperti dikutip Guardian.
Setelah pertandingan itu, nama Fowler memang menjadi terkenal di mana-mana. Seperti yang diakui Fowler dalam otobiografinya “tiga gol itu diulang-ulang terus menerus, fotoku memenuhi koran-koran, dan semua orang ingin tahu tentang diriku ... pada saat itulah julukan 'Tuhan' mulai melekat.”
Awalnya Pendukung Everton
Pemain yang bernama lengkap Robbie Bernard Fowler ini lahir 9 April 1975 di Toxteth, Liverpool, kawasan yang banyak dihuni para pengangguran. Meski menjelma menjadi salah satu legenda Liverpool, Fowler kecil sebenarnya fans fanatik Everton.
Fowler mulai mendapat perhatian kubu Liverpool ketika bermain untuk tim sekolahnya saat berumur 14 tahun. Jim Aspinall, scout Liverpool saat itu, terkesima saat melihat penampilan Fowler.
“Dia tahu kapan dan ke mana mengirimkan bola dan berlari ke area kosong. Dia memiliki sentuhan bola yang bagus,” tutur Jim Aspinall tentang Fowler remaja.
Namun, menurut ingatan Fowler, Jim Aspinall sudah mengincar dirinya jauh sebelum itu. Sejak Fowler berusia 10 tahun, hampir tiap pekan Aspinall berkunjung ke kediaman keluarga Fowler. Dan itu terus ia lakukan hingga Fowler berumur 16 tahun. Saking tepat waktunya, ibu Fowler terbiasa melihat jam, lantas mulai memanaskan air, karena tahu jadwal kunjungan Aspinall.
“Namun, masalahnya mereka [pihak Liverpool] tahu aku tergila-gila pada Everton. Aku dan ayahku sering pergi berkeliling Inggris menonton pertandingan mereka. Jadi pihak Liverpool memiliki tugas berat untuk membuatku tidak jatuh ke tangan musuh,” tulis Fowler.
Meski banyak yang memperkirakan Fowler bakal berkostum biru, namun ia menjatuhkan pilihannya pada The Reds. Salah satu alasannya, menurut Fowler, karena Liverpool yang paling kentara menunjukkan minat pada dirinya.
Kegemilangan & Kontroversi Fowler
Robbie Fowler memang sebuah fenomena pada masanya. Saat baru berusia 18 tahun, ia sudah masuk tim senior Liverpool. Dalam pertandingan debutnya melawan Fullham di leg pertama Piala Liga pada 22 September 1993, ia ikut menyumbang satu gol di menit ke-83. Seakan itu belum cukup, ia tampil kesetanan di pertandingan leg kedua dengan memborong kelima gol Liverpool.
Seperti tak tertahankan, Fowler mencetak hetrik pertamanya di pertandingan kelima setelah debut saat melawan Southampton. Dan dalam 15 pertandingan pertamanya ia sudah mencetak 13 gol.
Namun, pada 19 January 1994 ia mengalami patah pergelangan kaki saat bermain melawan Bristol City di ajang Piala FA. Meski harus istirahat selama dua bulan, di musim pertamanya Fowler mencetak 18 gol dari 34 penampilannya bersama Liverpool. Hanya terpaut satu gol dari kapten tim, Ian Rush.
Di musim kedua, Fowler semakin menunjukkan tajinya. Sebagai satu-satunya pemain yang tak pernah absen membela Liverpool di semua ajang kompetisi, Fowler menorehkan total 31 gol dari 42 penampilannya, 25 di antaranya ia cetak di Liga Premier.
Di musim itu, ia menjadi pencetak gol kedua terbanyak di bawah Alan Shearer (34 gol) yang kala itu membela Balckburn Rovers, tim yang kemudian menjuarai Liga Premier 1994/95. Liverpool sendiri, sayangnya, hanya finis di peringkat ke-4. Meski demikian, atas penampilan gemilangnya itu, Fowler dianugerahi PFA Young Player of the Year pada 1995. Fowler mempertahankan gelar yang sama satu tahun kemudian.
Selain terkenal karena kegemilangannya bermain bola, Fowler pun terkenal karena kontroversinya. Pada 1997, misalnya. Setelah menerima pujian dari seluruh dunia berkat sportifitasnya menolak tendangan penalti yang diberikan wasit Gerald Asby ketika ia dijatuhkan David Seaman, satu hari kemudian ia didenda UEFA sebesar 900 pundsterling. Denda itu dijatuhkan karena Fowler mengambil tindakan politis: ia mengenakan kaos yang menunjukkan dukungan pada aksi boikot buruh pelabuhan Liverpool di pertandingan Piala Winner melawan SK Brann Bergen.
Di tahun 1999 Fowler terlibat perseteruan dengan pemain Chelsea Graeme Le Saux, setelah dirinya mengejek Le Saux sebagai homoseksual dengan menggerakan bagian belakang tubuhnya. Seperti diberitakan Irish Time, Fowler lantas kena sikutan di kepala oleh pemain Chelsea tersebut, yang membuatnya terjungkal. Fowler dan Le Saux kemudian mendapat dakwaan dari FA. Fowler dilarang bermain selama 6 pertandingan.
Satu bulan kemudian, Fowler kembali berulah setelah merayakan gol ke gawang Everton dengan meniru sedang mengisap kokain. Selain dakwaan FA, pihak Liverpool pun mendenda pemainnya itu sebesar 32.000 ribu poundsterling.
Fowler tak pernah berhasil membawa Liverpool meraih gelar Liga Premier, akan tetapi ia menjadi bagian saat The Reds meraih gelar treble di musim 2000/01. Musim itu Liverpool menjuarai Piala UEFA, Piala FA, dan Piala Liga. Di Liga Premier, musim itu The Reds menempati urutan ketiga.
Di musim 2001/02 Fowler mengambil langkah penting dengan hengkang ke Leeds United. Ia mengambil keputusan itu karena Gerard Houllier, pelatih Liverpool saat itu, lebih memilih Michael Owen dan Emile Heskey sebagai starter. Fowler sempat kembali berkostum Liverpool selama setengah musim pada 2006-2007.
Selain Liverpool dan Leeds United, Fowler pun pernah pula membela Manchester City (2003-06), Cardiff City (2007-08), Blackburn Rovers (2008), North Queensland Fury (2009-10), dan Perth Glory (2010-11). Petualangannya di lapangan hijau berakhir di Thailand bersama Muang Thong United (2011-12).
Penulis: Bulky Rangga Permana
Editor: Zen RS