Menuju konten utama

Petisi Ragunan Tuntut Presiden Jokowi Berhentikan Menteri Pertanian

"Kekecewaan kami diarahkan ke menteri pertanian. Maka kami meminta kepada presiden untuk memberhentikannya," ucap Yeka.

Petisi Ragunan Tuntut Presiden Jokowi Berhentikan Menteri Pertanian
Yeka Hendra Fatika selaku koordinator PATAKA di Gedung Ombudsman RI pada Jumat (30/11/2018). tirto.id/Vincent

tirto.id - Petisi Ragunan yang disampaikan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menuntut Presiden Joko Widodo memberhentikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Petisi itu juga dilatarbelakangi kekecewaan terhadap kebohongan data kementerian pertanian.

"Kekecewaan kami diarahkan ke menteri pertanian. Maka kami meminta kepada presiden untuk memberhentikannya," ucap Koordinator Pataka, Yeka Hendra Fatika ketika menjelaskan pokok petisi Ragunan di Gedung Ombudsman, Jumat (30/11/2018).

Dalam penyerahan petisi Ragunan kepada Ombudsman RI, Yeka mewakili 20 tanda tangan yang berasal dari individu maupun organisasi. Salah satu pertimbangannya, mereka menilai telah terjadi pembohongan data oleh Kementerian Pertanian (Kementan)

Salah satunya berasal dari perbedaan antara angka overestimasi produksi beras Kementan dengan data Badan Pusat Statistik. Yeka menuturkan, selama terjadi perbedaan angka tersebut, Kementan dinilai kerap mengeluarkan klaim yang tidak sesuai dengan keadaan.

Salah satu contoh, kata Yeka, saat Kementan mengklaim terjadi surplus beras. Namun, yang ia dapat justru ada impor beras sejak 2015-2018 yang rata-ratanya mencapai 1,12 juta ton.

"Misal ada surplus tapi impor per tahun rata-rata 1,12 juta ton. Kalau surplus [harusnya] ya tidak perlu impor," ucap Yeka.

Selain beras, Yeka juga menyebutkan adanya masalah pada pakan ayam berupa jagung. Menurutnya, Kementan juga melakukan klaim adanya surplus pasokan jagung. Namun, ia mendapati adanya peningkatan impor jagung senilai 179,6 persen per tahun dan di saat yang sama terjadi kenaikan harga jagung senilai 5 persen tiap bulan.

Di akhir pemaparannya, Yeka juga meminta Kementan untuk menghentikan kebiasaan klaim surplus yang dilakukan. Sebab, kesalahan data pada produksi padi dinilai dapat terjadi pada komoditas pakan lainnya.

"Kalau (data) produksi padi saja bisa ada overestimasi, (data) komoditas lain pun bisa mengalami hal yang sama," ucap Yeka.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto