tirto.id - Sekitar 40 triplek berukuran 2 meter x 6 meter berjejer vertikal menutupi area Kantor Polsek Ciracas, Rabu (12/12/2018). Kantor itu rusak setelah sejumlah orang yang diduga anggota TNI membakarnya, Selasa malam.
Dugaan ini muncul lantaran pelaku berbadan tegap dan rambut pendek/cepak. Tak hanya itu, kasus ini terjadi selang sehari setelah seorang anggota TNI AL dipukuli sekawanan juru parkir di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Polisi menduga pelaku pembakar adalah mereka yang tak puas dengan aparat yang belum berhasil menangkap pengeroyok anggota TNI.
“Itu massa yang kurang puas atas penanganan kasus yang terjadi sehari sebelumnya,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis, Rabu pagi.
Dugaan keterlibatan TNI dalam kasus ini disoroti banyak pihak. Anggota Komisi I DPR RI Meutya Hafid mendesak pimpinan TNI segera bertindak dengan memproses anggotanya yang diduga menjadi pelaku perusakan Polsek Ciracas.
“Kekerasan bentuk apapun tidak dapat dibenarkan. Apalagi jika melibatkan unsur TNI dan Polri,” kata Meutya saat dihubungi Rabu siang.
Politikus Partai Golkar ini juga menyebut Mabes TNI harus memproses hukum anggotanya jika memang terbukti bersalah. “Perlu diproses secara tegas mengikuti aturan.”
Pendapat serupa disampaikan Charles Honoris. Anggota Komisi I dari Fraksi PDI P ini menambahkan, proses hukum terhadap anggota TNI yang diduga terlibat dalam perusakan Polres Ciracas harus transparan.
“Semua warga negara sama di mata hukum. Tidak ada pengecualian. Hanya saja personel militer memiliki proses hukum yang berbeda melalui peradilan militer,” kata Charles.
Bisa Ditindak Polisi
Pengajar Hukum dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Indra Perwira mengatakan tindakan mencari tahanan dan perusakan yang diduga dilakukan aparat TNI tak bisa dibenarkan. Militer tak punya kewenangan mengurus perkara yang dilakukan sipil.
“Tidak ada satu pun alasan yang bisa membenarkan tindakan anggota TNI itu. Sebagai negara hukum, tidak ada main hakim sendiri. Itu bukan wewenang mereka,” kata Indra kepada reporter Tirto.
Jika nantinya pelaku terbukti berasal dari TNI, Indra menyampaikan, polisi juga tak bisa memproses mereka. Ini karena anggota TNI tunduk pada Undang-undang Hukum Pidana Militer.
“Militer diproses oleh mekanisme hukum militer,” katanya.
Pendapat Indra dan Charles soal proses hukum yang harus dijalankan lewat peradilan militer disanggah anggota Kompolnas Andrea H. Poeloengan.
Bila mengacu pada Pasal 3 ayat 4 poin a TAP MPR Nomor VII/2000 (PDF) dan Pasal 65 ayat 2 UU TNI (PDF), kata Andrea, prajurit harus tunduk pada peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum dan tunduk pada peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer.
“Walaupun kejadian ini masih diduga pelakunya adalah oknum-oknum berseragam TNI, tapi sudah merupakan sinyal mendesak,” kata Andrea dalam keterangan tertulisnya.
Andrea menyebut aturan tersebut merupakan salah satu amanah reformasi TNI. Namun hingga saat ini belum pernah dijalankan.
Penulis: Abul Muamar
Editor: Mufti Sholih