tirto.id - Sebanyak 32 persen generasi milenial pada 2019 ditolak oleh bank saat mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Direktur Pemasaran PT Perumnas Anna Kunti Pratiwi menjelaskan, penolakan itu karena kebanyakan dari peminat rumah sudah memiliki kredit di kebutuhan lain.
“Kan total ada 46 persen yang mengajukan kemudian ditolak saat mengajukan KPR, kurang lebih yang usianya 35 tahun ke bawah itu 70 persen dari 46 persen itu [KPR yang ditolak, sekitar 32 persen]. Kan KPR punya tenor 10-15 tahun, jadi bisa dibilang 70 persen kolompok milenial ya,” jelas dia di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rabu (26/2/2020).
Meski tidak merinci, berapa total pengajuan kredit pada 2019, tapi permasalahan yang membuat para milenial tersebut ditolak adalah kepemilikan kartu kredit hingga cicilan motor.
"Misalnya punya tagihan kartu kredit yang belum lunas saja bisa masuk ke dalam catatan di Bank Indonesia, kemudian untuk cicilan dari barang konsumtif lainnya juga pasti tercatat di data perbankan. Itu yang sebabkan eligibility, yang bisa masuk ke dalam persyaratannya itu menjadi terbatas," jelas dia.
Selain penilaian mengenai kepemilikan kredit di kebutuhan lain, Anna menilai jenis pekerjaan milenial yang belum tetap juga menjadi alasan penolakan pihak bank. Terutama, para pekerja yang belum memiliki status tetap akan sulit untuk mendapatkan rumah subsidi.
“Pengaruh ya, terutama untuk yang subsidi pemerintah. Untuk itu kami coba kalau yang kerja sama perbankan baik yang swasta maupun pemerintah. Kami coba akan berikan perumahan untuk karyawan. Karena kalau dia karyawan itu ada surat keterangan berupa pegawai kan dari itu, kemudian sistemnya adalah potong gaji,” kata dia.
Adapun mengenai rumah subsidi yang ada di kawasan Jabodetabek sudah sulit. Namun sebagai gantinya ada pula penjualan rumah vertikal terjangkau berupa transit oriented development (TOD) yang tengah disediakan oleh Perumnas.
“Ada yang di Rawa Buntu ya, kami belum buka, kalau yang Mahata Margonda di Stasiun Pondok Cina dan di Tanjung Barat itu itu sudah kami buka, tapi kami bentuknya masih waiting list saja. Jadi misalnya kalau yang TOD itu kurang lebih Rp500-600 juta untuk yang tipe studio itu untuk yang 3 Mahata, kemudian kita punya di Karawang, itu masih Rp300-500 juta,” jelas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz