Menuju konten utama

Pertemuan IMF 2018: 5 Tema Utama dari Indonesia yang Akan Dibahas

"Berbagai negara khususnya negara berkembang perlu memahami dampak langkah kebijakan normalisasi yang ditempuh negara maju, sehingga dapat memitigasi potensi risiko yang mungkin timbul."

Pertemuan IMF 2018: 5 Tema Utama dari Indonesia yang Akan Dibahas
Menteri Keuangan Sri Mulyani, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, Deputi Perdana Menteri Singapura Tharman Shanmugaratnam, ). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id -

Indonesia memiliki lima tema utama untuk dibawa menjadi bahasan dalam pertemuan International Monetary Fund-World Bank (IMF-WB) pada 9-14 Oktober 2018.

Kepala Departemen Internasional, Doddy Zulverdi menyebutkan pertama, penguatan International Monetary System (IMS) untuk tercipta sinkronisasi kebijakan normalisasi kebijakan moneter yang ditempuh negara maju dan respons yang dilakukan negara berkembang.

Negara berkembang dapat memitigasi potensi risiko yang timbul melalui penguatan Global Financial Safety Net (GFSN) dengan mendorong kolaborasi antara GFSN dan Regional Financing Arrangements (RFA).

"Berbagai negara khususnya negara berkembang perlu memahami dampak langkah kebijakan normalisasi yang ditempuh negara maju, sehingga dapat memitigasi potensi risiko yang mungkin timbul," ujar Doddy di Bank Indonesia Jakarta pada Rabu (6/9/2018).

Kedua adalah tema ekonomi digital. Topik ini akan mengangkat berbagai risiko ekonomi digital yang ada, untuk berbagai negara memiliki pemahaman yang komprehensif bahwa ekonomi digital terdapat risiko juga, selain ada manfaatnya.

"Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dan akan mengemuka dalam pembahasan Pertemuan Tahunan 2018, antara lain dampak ekonomi digital terhadap perekonomian, sistem pembayaran, central bank operation, cross-border arrangement and collaboration," ujarnya.

Ketiga, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan peran serta pihak swasta untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur. Mengingat negara berkembang tengah menghadapi kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sehingga, keterlibatan swasta dapat menjadi salah satu kunci sukses.

"Pembahasan isu ini diharapkan dapat menghasilkan kerangka kebijakan yang jelas dan konsisten, tata kelola yang baik, iklim usaha yang mendukung, serta inovasi model pembiayaan infrastruktur, sehingga dapat meningkatkan peran swasta dalam pembiayaan infrastruktur," ujarnya.

Keempat, penguatan aspek ekonomi dan keuangan syariah. Lantaran, ekonomi dan keuangan syariah mempunyai peran yang cukup signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, baik di negara maju maupun negara berkembang.

"Instrumen keuangan syariah seperti Obligasi Syariah (sukuk) maupun yang social base financing (pembiayaan berbasis sosial) yaitu zakat dan wakaf berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi sebagai sumber pembiayaan infrastruktur," ujarnya.

Saat ini, negara-negara Islam di Asia dan Timur Tengah telah menyusun International Standard for Waqf yang diharapkan dapat mendukung perkembangan ekonomi keuangan syariah.

"Pertemuan Tahunan 2018 juga menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan kemajuan dalam ekonomi dan keuangan syariah," ujarnya.

Kelima, isu-isu terkait sektor fiskal, yaitu urbanisasi, ekonomi digital, human capital, manajemen risiko bencana, perubahan iklim, dan pembiayaan infrastruktur.

"Bank Indonesia melakukan penajaman, bahwa dari serangkaian lima besar tadi itu, kami fokuskan ke empat tema lebih khusus," ujarnya.

Sementara keempat tema khusus yang diangkat Bank Indonesia adalah poin pertama hingga poin keempat yang disebutkan di atas.

"Salah satu masalah di IMF terletak pada negara berkembang, seperti China, Brazil, Indonesia, tidak terlalu banyak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Maka akan dibahas peran negara berkembang di struktur IMF supaya lebih kuat," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PERTEMUAN IMF DI BALI atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yulaika Ramadhani