Menuju konten utama

Perppu Ormas: Gerindra Nilai Aturan Ini Dibuat Tergesa-gesa

“Kalau pemerintah memang, kemudian setuju merevisi, itu artinya betul bahwa Perppu ini dibuat tergesa-gesa," ujar Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria.

Perppu Ormas: Gerindra Nilai Aturan Ini Dibuat Tergesa-gesa
Tjahjo Kumolo disaksikan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menerima pandangan mini fraksi dari anggota Komisi II fraksi PKS Sutriyono saat rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senin (23/10/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa pihaknya selalu membuka ruang untuk masukan revisi Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017. Jika benar demikian, Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria menyampaikan bahwa pemerintah memang tergesa-gesa dalam menyiapkan Perppu Ormas.

Hal ini dikatakan Riza selepas rapat kerja Perppu Ormas di ruang rapat Komisi II, Kompleks Parlemen, Senayan.

Menurutnya, jika pemerintah menerima masukan untuk merevisi Perppu Ormas tersebut, berarti pemerintah memang tidak matang.

“Kalau pemerintah memang, atau sebagian partai/fraksi menyetujui dan kemudian setuju merevisi, itu artinya betul bahwa Perppu ini dibuat tergesa-gesa. Bahwa Perppu ini tidak sempurna karena pemerintah menyadari bahwa Perppu ini perlu direvisi,” kata Riza hari ini, Senin (23/10/2017).

Meskipun ada peluang revisi, tentunya Riza menganggap bahwa lebih baik penolakan Perppu dilakukan. Ia mewakili sikap fraksi Partai Gerindra menandaskan Perppu ormas sudah melanggar konstitusi dan Undang-undang Dasar 1945 karena tidak pernah ada situasi yang genting ataupun kekosongan hukum. Ia meyakini “Perppu Ormas ini ada masalah” dan harus ditolak.

“Memang pilihannya dua, dalam pembahasan Perppu ini menerima atau menolak. Nah, setelah itu baru apakah direvisi. Setelah diterima direvisi, atau ditolak terus direvisi. Kalau fraksi Gerindra, supaya tidak menimbulkan kegaduhan, dilihatnya ditolak, silakan nanti baru kita revisi. Bukan diterima lalu direvisi,” imbuhnya lagi.

Dari beberapa hal yang dipaparkan Riza, sekiranya ada dua hal yang menjadi fokus Partai Gerindra tentang Perppu Ormas, yakni soal masa hukuman dan tafsir Pancasila.

Riza keberatan karena masa hukuman yang terlalu berat, yakni 20 tahun, bahkan sampai seumur hidup. Hukuman tersebut bisa dikenakan kepada organisasi masyarakat yang dianggap menistakan agama. Padahal dalam KUHP Pasal 156 dan Pasal 156a soal penistaan agama saja hanya mencapai 5 tahun penjara.

“Ini luar biasa hukuman Perppu ini, lebih hebat dari Undang-undang zaman kolonial, Orde Lama, Orde Baru,” tandasnya lagi.

Kemudian soal tafsir Pancasila, menurut Riza, dengan Perppu Ormas ini, pemerintah bisa menjadi pihak yang sangat berbahaya. Hal ini karena pemerintah menjadi satu-satunya pihak yang bisa menafsirkan Pancasila dan tentu bisa mengarah menjadi pihak yang otoriter. Sejak beberapa waktu lalu, tidak ada lagi lembaga yang bisa menafsir Pancasila, dan ini bisa dimanfaatkan pemerintah untuk sewenang-wenang.

“Tidak ada satu lembaga yg dianggap paling berwenang, paling ahli membuat tafsir, siapa yang dianggap paling Pancasila, siapa yg dianggap tidak Pancasila. Melalui UU ini, tafsir Pancasila ada pada eksekutif, ada problem pemerintah, ini sangat berbahaya. Tergantung rezim yang berkuasa. Bisa rezim mana saja, kapan saja, ke depan sangat berbahaya,” anggapnya.

Keterbukaan terhadap revisi ini diakui oleh Tjahjo setelah selesai rapat dengan Kemenkumham, Kemenkominfo, dan juga DPR. Menurutnya pemerintah selalu terbuka ruang untuk merevisi Perppu Ormas apabila dianggap diperlukan. Tapi bahwa organisasi masyarakat harus berpegang pada Pancasila dan UUD 1945, hal itu tidak bisa diganggu gugat.

“Mungkin yang (direvisi) masalah masa tahanan, masa hukuman, misalnya begitu ya. Tapi kalau orang berserikat, berkelompok, sudah diatur oleh konstitusi. Prinsip harus memegang teguh Pancasila, final,” katanya.

Baca juga artikel terkait PERPPU ORMAS atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri