tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menggelar pernikahan massal di penghujung tahun 2017. Rencana ini digagas Pemprov DKI buat pasangan kekasih yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan memberikan bantuan emas kawin.
Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno bakal ada 524 gram emas bagi pasangan yang mengikuti program nikah massal ini yang rencananya dihelat area Park and Ride Thamrin, Jakarta Pusat.
Sandi menerangkan, acara pernikahan ini digelar untuk membantu warga kurang mampu yang selama ini tak memiliki modal dan kesulitan untuk menikah.
“Ini bentuk kebahagiaan kami agar bisa menambah keceriaan malam spesial buat para peserta nikah massal 524 [pasangan],” kata Sandi dalam konferensi Pers di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017) kemarin.
Sandi menyebut, peserta yang hendak mengikuti pernikahan massal ini sudah bisa mendaftar di seluruh kelurahan yang ada di Jakarta, sejak pekan lalu. Peserta yang sudah mendaftar nantinya mendapatkan emas kawin seberat satu gram dalam bentuk digital. Emas ini tidak diberikan dalam bentuk batangan melainkan melalui tiket serupa sertifikat kepemilikan yang diberikan saat hari-H. Pemberian tiket ini dilakukan sebagai efisiensi dan mencegah hal-hal tak diinginkan.
“Karena ini perkawinan zaman now, emas enggak bisa dibawa,” ujar Sandi.
Dalam penyelenggaraan acara pernikahan massal ini, Pemprov DKI menggandeng sejumlah organisasi dan pengusaha start up, salah satunya perusahaan aplikasi Tamasia. Perusahaan ini merupakan penyedia layanan transaksi jual-beli emas online.
Meski tak diberikan dalam bentuk batangan, pasangan yang mengikuti kegiatan nikah massal ini punya opsi menarik atau mendepositokan emas tersebut di aplikasi Tamasia. Pendiri sekaligus CEO Tamasia Muhammad Assad mengatakan pihaknya bersedia menerima deposito jika pasangan mempelai enggan menarik emas tersebut.
“Kami akan memberikan deposit di akun Tamasia. Jadi, setiap calon pengantin mempelai wanita itu kami bukakan akun," kata Assad.
Sumber Emas Kawin untuk Nikah Massal
Assad menyampaikan, emas seberat 524 gram itu merupakan sumbangan dari sejumlah organisasi dan perusahaan. Saat ini, Assad menyebut, sejumlah pengusaha dan lembaga sudah siap memberi donasi buat pasangan calon pengantin yang ikut program nikah massal zaman now itu. Seperti BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim), Bank Permata Syariah, My Tours Travel, Permata dan Oc, Perusahaan AS.
“Kami menyanggupi sama kawan-kawan untuk menyediakan mahar emas sebanyak 524 gram, masing-masing satu gram [untuk setiap pasangan]," kata Assad menambahkan.
Donasi dari perusahaan itu kemudian ditampung Tamasia, uang donasi kemudian disetor ke PT Aneka Tambang (Antam), selaku penyedia emas.
Terpisah, Direktur Utama PT Aneka Tambang Arie Prabowo Ariotedjo menjelaskan, pihaknya sedang berusaha menyanggupi pesanan 524 gram emas kawin itu dari Pemprov DKI. “Ada 500 keping [yang dipesan}," kata Arie saat dihubungi.
Ia juga enggan menjelaskan berapa dana yang disetor Pemprov DKI dan Tamasia ke PT Antam buat membayar seluruh emas tersebut. Arie hanya menjelaskan harga emas PT Antam senilai Rp615 ribu per gram. “[Tapi] Tiap hari berubah ya," ucap Arie.
Tak Menggunakan Uang Pemprov
Kepala Biro Tata Pemerintahan Pemprov DKI Jakarta Premi Lestari menyampaikan, anggaran pernikahan massal ini masuk ke dalam anggaran penyelenggaraan tahun baru di Jakarta. Dalam acara ini, Pemprov DKI hanya memberikan pembiayaan untuk penyelenggaraan acaranya saja. Premi memastikan tak ada sepeser pun uang yang dikeluarkan Pemprov DKI untuk membeli mahar bagi peserta nikah.
"Kami siapkan prosesinya dengan adat betawi,” ujar Premi.
Premi pun menjelaskan, acara pernikahan massal ini tak hanya diselenggarakan bagi yang belum menikah. Pasangan yang telah menikah tapi belum terdaftar dalam pencatatan sipil juga bisa mengikuti acara ini. Selain itu, Premi menyebut acara pernikahan ini gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun.
“Kami sudah kerja sama dengan Kanwil Kemenag DKI. Sudah free, enggak ada [biaya]. Karena berdasarkan peraturan pemerintah ya bahwa untuk warga yang tidak mampu itu 0 rupiah.” kata Premi menjelaskan.
Nikah dan Upaya Sandi Perangi Jomblo
Pernikahan tampaknya menjadi salah satu target yang sedang digalakkan Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Sejak masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandi tampak serius mengurusi masalah status lajang bagi warganya.
Sandi rajin mengampanyekan Kartu Jakarta Jomblo (KJJ) dan aplikasi Jakarta Jomblo. Ide dasar KJJ ini ingin agar warga Jakarta tak bernasib sama dengan kota-kota besar seperti Singapura yang sibuk bekerja dan tak sempat menikah hingga berdampak pada populasi dan pertumbuhan ekonomi kota.
Untuk mengujinya, dapat mengecek jumlah warga DKI Jakarta yang belum berpasangan terutama dalam konteks penduduk yang belum kawin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, proporsi penduduk belum kawin di DKI Jakarta malah menunjukkan tren yang menurun sejak 2005 hingga 2015. Pada 2005, terdapat 42,95 persen penduduk berumur 10 tahun ke atas yang belum menikah dan menurun menjadi 36,38 persen pada 2015.
Juli 2016, Tirto sempat melakukan survei terkait fenomena jomblo. Mayoritas responden berada di rentang usia: 21-26 tahun sebanyak 56,9 persen, sementara yang berusia kurang dari 20 tahun hanya 11,9 persen. Mayoritas responden yang mengikuti riset ini berasal dari Jakarta (34,2 persen), diikuti oleh Yogyakarta (8,8 persen), Surabaya (6,6 persen), Bandung (6,3 persen), dan Semarang (3,6 persen).
Dari survei itu diketahui pula sebanyak 72,8 persen responden menyatakan bahwa mereka single atau tidak memiliki pacar/pasangan. Sisanya 27,2 persen yang menyatakan memiliki pasangan. Dari seluruh responden, sebanyak 24,9 persen menyatakan mereka tidak menginginkan pernikahan. Dengan kata lain, 24,9 persen perempuan yang kami survei, baik sudah memiliki pacar atau pun lajang, menyatakan tidak ingin menikah. Sedangkan, mayoritas perempuan dalam survei kami masih menginginkan pernikahan (75,1 persen).
Untuk Jakarta, sebanyak 32,7 persen perempuan di kota ini menyatakan tidak ingin menikah. Melihat proporsinya yang lebih tinggi dibandingkan nasional (24,9 persen), maka dapat diartikan bahwa perempuan yang hidup di kota besar memiliki kecenderungan untuk memilih tidak menikah.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih