tirto.id - Lebih dari 500 rumah di permukiman padat penduduk yang terletak di Jalan Kemayoran Gempol, Kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, ludes terbakar pada Selasa (21/1/2025) dini hari. Peristiwa nahas itu membuat 1.797 warga terpaksa mengungsi.
Proses pemadaman kebakaran telah dinyatakan selesai pada Selasa siang, tepatnya pada pukul 11.00 WIB. Setelah api berhasil dipadamkan, warga mulai mendatangi rumah-rumah mereka yang kini sudah tidak beratap. Berdasarkan pantauan reporter Tirto di lapangan pada Kamis (23/1/2025), sejumlah warga tampak masih berusaha mengais sisa-sisa barang yang bisa diselamatkan dari puing rumah mereka.
Sepasang suami istri, Watib (59) dan Rofiah (58), menjadi salah satu keluarga yang terpaksa mengungsi karena rumahnya ludes terbakar. Keduanya telah menempati rumah tersebut sejak 1987. Tak ayal rumah tersebut menyimpan banyak kenangan bagi mereka.
Tidak hanya kehilangan rumah beserta isinya, Watib dan Rofiah juga kehilangan buku nikah yang menjadi bukti sejarah pernikahan keduanya.
“Buku nikah aja sudah pada gak kebawa. [Fokus] nyelamatin diri aja,” tutur Rofiah kepada reporter Tirto, Kamis (23/1/2025).
Saat kebakaran terjadi, Rofiah sedang tidur. Dia terbangun dari tidurnya saat mendengar teriakan warga yang histeris karena terjadinya kebakaran. Saat keluar dari rumah, dia melihat kobaran api yang membumbung tinggi ke langit.
Setelahnya, dia tak sempat mengamankan barang-barang berharga yang dimiliki dan langsung bergegas melarikan diri.
“[Pas] keluar [rumah] kan juga udah simpang siur orang banyak, gimana. Ya mau bawa apa coba? Kan gak bisa,” katanya.
Rofiah langsung berlari ke Jalan Kemayoran Gempol, tempat ratusan warga lainnya menyelamatkan diri pada saat api mulai melahap rumah mereka satu per satu. Sejumlah anak-anak dan perempuan yang menjadi korban dalam insiden kebakaran ini lalu diungsikan sementara waktu ke gedung Polres Metro Jakarta Pusat.
“Posko bencana kebakaran Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, di Kantor Polres Metro Jakarta Pusat khusus [untuk] wanita dan anak. Kerugian material sekitar [yang] terbakar [ada] 543 rumah, 607 KK, 1.797 jiwa,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, lewat keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (21/1/2025).
Enggan Direlokasi
Hingga Kamis (23/1/2025), area gedung Polres Metro Jakarta Pusat masih dipadati para pengungsi korban kebakaran. Area lapangan gedung itu sudah disulap menjadi tempat beristirahat bagi para pengungsi sekaligus tempat pengumpulan barang-barang hasil donasi yang menjadi kebutuhan mendesak para pengungsi.
Ditemui di tempat pengungsian ini, Retno (43), menyebut bahwa rumahnya yang berada di Jalan Bahagia kini sudah hangus terbakar.
Rumah Retno merupakan sebuah rumah dua lantai yang ditempati oleh delapan orang. Dia menyebut ada tiga keluarga yang tinggal di rumah yang telah dia tinggali sejak 2007 tersebut.
“Yang tinggal di situ berarti [di] bawah 4 [orang], atas 3 [orang] sama 1 [orang], jadi 8 [orang] itu,” kata Retno.
Saat mendengar kabar bahwa para korban kebakaran yang kehilangan rumah akan direlokasi ke rumah susun, Retno mengaku tidak setuju dengan wacana tersebut. Dia menyebut sudah nyaman tinggal di kawasan itu.
“Ya karena di situ juga udah nyaman juga ya. Terus, aksesnya kita ke mana-mana juga udah gampang. Terus, ya walaupun ibaratnya sederhana, tapi di situ sudah komplit gitu kan,” ucap Retno.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Teguh Setyabudi, mengajak para warga yang terdampak insiden kebakaran di permukiman padat Jalan Kemayoran Gempol untuk pindah ke rusun yang akan disiapkan oleh Pemprov DKJ.
"Kami tawarkan kepada warga, gimana yuk kita relokasi ke rusun yang mungkin bisa disiapkan oleh Pemerintah Provinsi Jakarta atau sebagainya," ujar Teguh kepada para awak media, Kamis (23/1/2025).
Meski begitu, Teguh menyebut dirinya belum menemukan warga yang setuju dengan tawarannya tersebut. Warga yang terdampak kebakaran masih ingin untuk kembali ke tempat tinggalnya seperti semula.
"Sebagian besar, atau bahkan saya belum menemukan yang setuju, lewat RT, RW, LMK, dan warga menyarankan bahwa mereka ingin pindah ke lokasi yang semula," kata Teguh.
Mencari Solusi
Kebakaran di permukiman padat penduduk terbilang sering terjadi di Jakarta. Di kawasan Kebon Kosong, kebakaran yang terjadi pada Selasa (21/1/2025) lalu bukanlah kali pertama. Sebelumnya, kebakaran juga sempat melanda kawasan tersebut pada Desember 2024. Akibat kebakaran tersebut, 1.800 warga kehilangan tempat tinggal dan 13 warga mengalami luka-luka.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyebut bahwa berulangnya insiden kebakaran di kawasan permukiman padat penduduk umumnya disebabkan material rumah yang mudah terbakar. Kondisi rumah-rumah yang saling berdempetan pun memperbesar risikonya.
“Berulangnya kebakaran di kawasan padat penduduk di Jakarta [terjadi] akibat kepadatan penduduk dan kepadatan permukiman. Ketika kepadatan penduduk itu demikian padat, bangunan menyatu satu dan lainnya. Apalagi bahan bangunan tersebut terbuat dari bahan yang mudah terbakar,” ujar Yayat saat dihubungi Tirto, Kamis (23/1/2025).
Menurut Yayat, banyaknya rumah di permukiman padat penduduk yang dijadikan kontrakan membuat banyak warga yang menambah lantai bangunan rumahnya. Seringkali, penambahan lantai bangunan tersebut dilakukan dengan menggunakan material yang seadanya dan mudah terbakar.
“Banyak warga yang menambah lantai bangunan, tetapi lantai bangunan yang [ditambah] tidak dalam standar [yang sesuai], apakah [bahan tersebut] dari triplek, kayu, atau bahan lain yang [penting] sekadar bisa ditempati,” kata Yayat.
Sementara itu, pengamat perkotaan dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Azis Muslim, menyebut bahwa kebakaran di permukiman padat penduduk juga sering kali terjadi akibat pengelolaan kabel listrik yang semrawut. Standar teknis dalam pengelolaan aliran listrik di kawasan permukiman padat penduduk juga sering kali berjalan tidak ideal.
“Pada sisi yang lain, kita juga melihat bahwa gardu-gardu listrik yang ada di daerah permukiman [padat penduduk] karena akibat semrawutnya tadi kan [akhirnya] terjadi overload gitu ya,” kata Azis saat dihubungi Tirto, Kamis (23/1/2025).
Azis menambahkan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) seharusnya melakukan pengawasan dan perawatan terhadap kabel-kabel listrik di kawasan permukiman padat penduduk itu dengan lebih tertib. Dengan begitu, potensi overload penggunaan gardu listrik dapat dicegah.
Azis juga mendorong Pemprov DKJ untuk melakukan penataan ulang kawasan permukiman padat penduduk di Jakarta, terutama terkait dengan jarak rumah yang terlalu rapat dan material rumah yang mudah terbakar.
Pemprov DKJ juga dapat menyediakan pompa air atau hydrant yang bisa digunakan saat kondisi-kondisi darurat. Sementara dari sisi pencegahan, menurut Azis, Pemprov DKJ dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan terhadap bahaya atau risiko dari kebakaran.
“Penting bagi Pemerintah Jakarta untuk melakukan semacam penataan ulang ya terkait dengan masalah ruang-ruang di pemukiman padat penduduk [yang] pasti tidak ada ruang terbukanya gitu kan ya. Sehingga, memang jarak rumah yang rapat dengan bahan-bahan yang mudah terbakar itu kan memiliki resiko yang tinggi. Nah, untuk itu ya perlu juga perhatian dari pemerintah,” tukas Azis.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Fadrik Aziz Firdausi