Menuju konten utama

Perjalanan Tangan dan Kaki Imitasi

Semula prostesis dibuat hanya sebagai aksesori semata, tapi sekarang sudah mulai punya fungsi.

Pekerja menggergaji bagian atas saat proses produksi kaki palsu yang dibuat oleh Yayasan Peduli Tuna Daksa di kawasan Sunter, Jakarta Utara. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Senyum di paras bocah perempuan itu kembali mengembang. Ia baru saja mendapat kaki tiruan baru setelah miliknya yang lama tak lagi muat dipakai. Hani (8) dengan cekatan langsung memasang kaki dan menjajalnya berjalan sekitar dua meter.

Sedari dulu Hani bermimpi memiliki anggota tubuh sempurna. Alasannya sederhana, supaya bisa ikut main dengan teman-temannya. Sayang, harga kaki tiruan lumayan mahal, sekitar Rp20 juta per buah. Sementara sang ayah hanya bekerja serabutan di bengkel orang. Beruntung, setahun belakangan, ia mendapat kaki tiruan dengan harga terjangkau dari Kelompok Kreatifitas Difabel (KKD) Bandung.

KKD Bandung merupakan kelompok usaha yang fokus membikin ragam alat bantu disabilitas seperti prostetis berupa kaki dan tangan palsu, kursi roda, alat terapi stroke, brace untuk polio, dan tongkat. Karenanya, kini Hani sudah bisa ikut main bersama teman-teman, berlari kecil, naik sepeda, atau sekadar jalan-jalan sore di taman.

“Enak nggak? Kalau nggak enak, bilang,” ibunya bertanya setelah Hani usai menjajal kaki.

Bocah perempuan itu mengangguk, menyengir kecil, dan kembali duduk di sisi kiri sang ibu. Indra Sumedi (43), salah satu pendiri KKD Bandung ikut tersenyum dan mengucapkan selamat pada Hani atas kaki barunya.

KKD dibentuk pada tahun 2009 karena kegelisahan Indra. Saat itu dirinya berkeinginan memiliki kaki tiruan, akan tetapi harga yang ditawarkan Rumah Sakit (RS) terlalu tinggi untuknya. Indra juga merupakan seorang penyandang disabilitas fisik. Kecelakaan 10 tahun silam di perlintasan kereta api membuat kedua kakinya harus diamputasi. Ketika itu, Indra pun berinisiatif membuat kaki tiruan berbahan pipa PVC (paralon).

Saat saya berkunjung ke KKD, Indra terlihat sibuk membantu Didin Prasetyo (29) menata kaki-kaki tiruan. Sementara Didin membuat adonan kaki baru, Indra mengajak saya berbincang di ruangan berukuran 3x4 meter, yang disebutnya sebagai “Bengkel”.

Membuat kaki tiruan merupakan proses yang amat panjang nan berat. Indra harus membentuk paralon seperti kerucut, diukur sepanjang kaki, dibelah, dan dibentuk manual menggunakan tambang dan tiang listrik. Hebatnya, semua dipelajari Indra secara otodidak. Uji ketahanan produk mencapai setahun. Untuk menguji, Indra memakai kaki palsu itu untuk menggenjot becak, mengangkat galon, hingga mengusung beras 25 kilogram.

“Mulanya dipakai sendiri, tapi lama-lama ada teman yang pesan, satu-dua, dan makin bertambah,” ceritanya.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/03/16/kaki-palsu--mild--rangga-01.jpg" width="860" alt="infografik kaki palsu" /

Setelah tahun 2010, KKD terus melakukan inovasi bahan kaki palsu. Dari yang semula berbahan paralon, kini mereka mampu memberi pilihan produk berbahan nilon, aluminium, dan plastik daur ulang. Produknya dihargai mulai dari Rp3 juta hingga Rp5 juta, tergantung jenis bahan telapak kaki yang dipakai.

Telapak kaki yang terbuat dari karet, harganya lebih mahal, mencapai Rp5 juta. Sebab harus diimpor langsung dari Thailand, Malaysia, Singapura, atau Jerman. Kelebihan telapak kaki ini terletak pada ukirannya yang terlihat halus dan berbentuk jari jemari.

Sementara telapak dari kayu atau spons, biasa diperoleh dari dalam negeri, sehingga harga yang dipatok jauh lebih murah. Dalam sebulan, KKD mampu menjual tiga sampai empat kaki palsu dengan distribusi di Pulau Jawa, Lampung, Aceh, dan Medan.

Prostesis jadi Makin Modern

Kemajuan teknologi telah mampu memberikan kemudahan bagi penyandang fisik untuk mengganti anggota tubuh yang hilang. Prostesis kini sudah terbuat dari material besi logam ringan, punya mekanisme seperti sendi engsel, dan dilapisi silikon layaknya kulit.

Prostesis dengan kulit buatan semacam itu memang belum umum. Harganya juga terbilang mahal, sekitar Rp50 juta, dan harus diganti setiap beberapa tahun sekali. Tapi setidaknya para difabel sudah mampu mengakses prostesis standar dengan harga terjangkau seperti yang dibuat KKD Bandung.

Prostesis modern seperti sekarang dianggap berakar dari Mesir Kuno. Bagian kaki palsu yang dibuat oleh peradaban Mesir kuno mampu menopang 40 persen berat tubuh dan punya mekanisme mendorong (gerak sendi). Sebelumnya, prostesis dibuat hanya sebagai pemanis semata (dekoratif).

Prostesis mulai mengalami kemajuan saat produksi di abad pertengahan. Kala itu prostetik sudah terbuat dari besi dan memiliki engsel. Sekitar era 1900, desain prostesis mengalami kemajuan pada detail. Jari-jarinya mempunyai sekat dan berbentuk ideal layaknya jari normal.

Prostesis pertama kalinya diproduksi massal saat Perang Dunia Pertama untuk para korban perang. Di Amerika, Rumah Sakit Angkatan Darat Walter Reed menghasilkan sejumlah tungkai tiruan bagi para veteran. Setelah Perang Dunia I, tangan tiruan mulai punya kemampuan mencengkeram.

DW Dorrance, seorang ahli prostetik menemukan mekanisme yang memungkinkan jari tiruan bisa mencengkram. Dorrance pun memamerkan fungsi prostetik buatannya ada tahun 1930an dengan mengendarai mobil menggunakan lengan tersebut.

Kini, kaki dan tangan buatan juga semakin canggih, bahkan ada yang memakai mesin, alias robot. Prostetis robotik kini diperkirakan punya nilai pasar sekitar 790 juta dolar pada 2016. Ada peningkatan yang cukup drastis terhadap permintaan prostetis buatan ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari meningkatnya jumlah amputasi, hingga inisiatif pembuatan prostetis yang dilakukan oleh organisasi pemerintah maupun swasta.

Baca juga artikel terkait DISABILITAS atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nuran Wibisono