tirto.id - Timnas Kroasia di bawah asuhan Zlatko Dalic berhasil menembus final Piala Dunia untuk pertama kalinya. Keberhasilan itu menjadi prestasi tertinggi karier kepelatihan Dalic. Sebelum membesut Vatreni pada Oktober 2017, pelatih berusia 51 tahun tersebut menjalani karier yang panjang dan jauh dari sorotan dunia internasional.
Dalic dimentori langsung oleh Miroslav Blazevic, pelatih Kroasia yang membawa tim itu menjadi juara ketiga Perancis 1998 sebelum menjadi pelatih. Dalic tercatat menjadi asisten Blazevic di klub Varteks pada 2003-2005.
Setelah menjadi asisten, Dalic ditunjuk menjadi pelatih utama Varteks. Musim pertama menjadi pelatih, Dalic membawa Varteks finis di peringkat tiga Liga Kroasia dan menjadi runner-up Piala Kroasia.
Setelah kontraknya di Varteks habis, Dalic menjadi pelatih Rijeka dan membawa klub itu finis di posisi empat. Dalic kemudian merantau ke Albania untuk melatih juara bertahan liga, Dinamo Tirana (2008-2009) dan Slaven Belupo (2009-2010).
Pada tahun 2010, Zlatko Dalic menerima tawaran yang akan mengubah kariernya. Tawaran itu datang dari klub Arab Saudi, Al-Faisaly. Kesempatan merantau ke sepak bola Timur Tengah membuat mantan pemain Hajduk Split itu tertantang.
Meskipun harus meninggalkan sepak bola Eropa, Dalic menyambut baik tawaran tersebut. Menurut Dalic, merantau ke Timur Tengah adalah satu-satunya jalan untuk membuktikan kapasitasnya.
“Sepanjang karier dan hidup saya, saya selalu mengambil jalan tersulit dan berjuang untuk apapun,” ungkap pelatih kelahiran Livno, Bosnia & Herzegovina itu dikutip New York Times.
“Saya tidak ingin bertahan di Kroasia dan menjadi pelatih medioker, bergantung pada handout. Pelatih Kroasia tidak dihargai di Eropa, kendati mereka mendapat hasil bagus, mereka hanya mencari nama besar.
“Itulah mengapa saya memulai dari tangga paling bawah. Ketika Asia memanggil saya tidak ragu, saya tahu saya akan bekerja dengan pemain-pemain hebat,” terang murid Blazevic itu.
Di musim perdananya bersama Al-Faisaly, Dalic langsung dinobatkan sebagai pelatih terbaik Liga Profesional Arab oleh surat kabar Al-Riyadh. Pencapaiannya melebihi pelatih kondang di liga yang sama seperti Gabriel Calderon, Walter Zenga, dan Eric Gerets.
Setelah Al-Faisaly, Dalic ganti menukangi tim cadangan Al-Hilal pada tahun 2012. Pada Januari 2013, pelatih Kroasia itu ditunjuk menjadi pelatih tim utama menyusul pemecatan Antoine Kombouare. Di Al-Hilal, Dalic berhasil memenangi Piala Putra Mahkota Saudi pada 2013.
Keberhasilan Dalic di sepak bola Timur Tengah membuat klub Hajduk Split meliriknya. Hajduk Split menawarkan pos direktur olahraga, peran yang pernah diampu Dalic di Varteks pada 2002-2005. Namun Dalic menolak tawaran klub raksasa Kroasia tersebut.
Daripada menjadi direktur olahraga Hajduk Split, Dalic pilih melatih klub Uni Emirat Arab, Al-Ain. Menurutnya, Al-Ain adalah klub besar dan Dalic pun mengaku bangga dengan prestasinya selama menukangi klub tersebut.
“Saya melatih Al Ain, Real Madrid-nya Asia, dan kami berhasil ke final Liga Champions Asia. Ini tidak bisa direndahkan, ini adalah turnamen besar,” tegasnya.
Menyusul pemecatan Ante Cacic, Dalic baru kembali ke Eropa untuk melatih Timnas Kroasia pada 7 Oktober 2017. Pemecatan Cacic sendiri menyusul serangkaian hasil buruk yang didapat skuat Vatreni di kualifikasi Rusia 2018.
Penunjukkan Dalic pun hanya tiga hari menjelang laga penentuan Kroasia vs Ukraina (10/10/2017). Jelang laga tersebut, Luka Modric dan kolega dalam posisi harus menang untuk lolos ke babak play-off Piala Dunia 2018.
Kendati hanya memiliki sedikit waktu persiapan, Dalic berhasil membawa Kroasia menang 2-0. Setelah itu, di babak play-off, juru taktik Vatreni itu menyingkirkan Yunani untuk mengamankan satu tiket ke putaran final Rusia 2018.
Timnas Kroasia di bawah asuhan Dalic pun mampu melanjutkan sukses di Piala Dunia 2018. Di luar dugaan, mereka berhasil juara grup usai menundukkan Nigeria, Argentina, dan Islandia. Kemudian, skuat Vatreni berhasil melewati tiga laga sulit melawan Denmark, Rusia, dan Inggris untuk mencapai final.
Menanggapi keberhasilan tersebut, Dalic mengaku bahwa prestasi ini adalah hasil tempaan pengalaman. Ia menyebut pengalaman karier di Timur Tengah membantunya memimpin para penggawa Kroasia.
“Tidak ada yang diberikan pada saya di atas piring [secara cuma-cuma], tidak seperti beberapa pelatih di Eropa, yang mendapat pekerjaan besar karena nama besar mereka sebagai pemain. Saya selalu berkata, berikan saya Real Madrid atau Barcelona dan saya akan memenangkan gelar, tapi sekarang saya ada di final Piala Dunia,” ujarnya.
Di final Rusia 2018, Dalic akan beradu taktik dengan Didier Deschamps, pelatih yang membawa Perancis ke final Piala Eropa 2016. Laga final Piala Dunia di Stadion Luzhniki (15/7/2018) akan menjadi ujian terbesar sepanjang karier pelatih berusia 51 tahun itu.
Editor: Ikhsan Abdul Hakim