tirto.id - Para perempuan di usia senja kerap dianggap memiliki ketergantungan tinggi terhadap orang lain dan menjadi beban tanggungan keluarga, masyarakat dan negara, demikian menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Oleh karena itu, mereka rentan sekali terhadap diskriminasi ganda, baik karena statusnya sebagai lansia maupun perempuan.
"Perempuan lansia selalu dikonotasikan sebagai kelompok rentan yang selalu bergantung kepada orang lain dan menjadi beban tanggungan keluarga, masyarakat dan negara," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Vennetia Danes, di Manado, Sabtu (8/7/2017) kepada Antara.
Padahal, kata dia, banyak perempuan lansia yang masih sehat dan produktif dalam usia tuanya, oleh sebab itu sebaiknya para lansia ini diberdayakan.
Untuk mengantisipasi tindakan eksploitasi yang dilakukan oleh pihak berkepentingan ekonomi terhadap aset yang dimilki lansia dibutuhkan perlindungan hukum yang memadai.
"Tindakan kekerasan dan intimidasi bisa terjadi terhadap perempuan lansia yang hidup sendiri," kata dia.
Oleh sebab itu pemerintah berupaya mengembangkan model perlindungan lansia yang responsif gender.
Beberapa hal yang telah dilakukan pemerintah terkait pembentukan dan implementasi perlindungan perempuan lansia seperti senior center di Kota Binjai dan home care di Kabupaten Tulung Agung.
Vennetia mengatakan kedua model tersebut memberikan pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan lansia berbasis keluarga dan masyarakat.
Dia berharap model seperti itu dapat terus dikembangkan dan disempurnakan serta diterapkan di daerah-daerah lain.
Saat ini, lebih dari 100 juta lansia di negara berkembang berada di bawah garis kemiskininan dan 80 persen diantaranya tidak memiliki penghasilan tetap.
Statistik Susenas 2004 menunjukkan 59,12 persen lansia di Indonesia tergolong miskin.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan