tirto.id - Pelantun lagu dangdut Maulidia Octavia atau yang punya nama panggung Via Vallen, mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seorang pemain sepak bola. Pemain tersebut—yang sampai sekarang tidak diketahui siapa itu—meminta Via untuk mengenakan pakaian minim. Ia menyampaikannya via direct message (DM) kepada Via.
Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, mengatakan apa yang dialami Via merupakan bentuk pelecehan seksual melalui dunia maya (cyber harassment) meski tidak dilakukan langsung alias non-fisik. Sri menegaskan, apa yang dilakukan Via setelahnya merupakan hal yang tepat.
"Apa yang dilakukan Via merupakan upaya korban untuk mendapatkan kenyamanan," kata Sri pada Tirto, Kamis (7/6/2018).
Via membagikan pengalaman tak menyenangkan itu dalam akun Instagramnya. Respons pun bermunculan. Ada yang mendukung, bahkan mendorongnya mengungkap siapa orang yang dimaksud dan melaporkannya ke polisi. Namun, ada pula yang menganggap hal itu biasa mengingat profesi Via sebagai penyanyi dangdut. Kelompok yang terakhir ini bahkan menyudutkan dan menganggap Via berlebihan.
"Lebay banget beginian aja di-share," tulis seorang warganet.
"Uhhhhh, gpp seh. Kan pemain bolanya juga ganteng cyiiiin."
"Perempuan, terbuka, bernyanyi, berlenggak-lenggok, kemudian digoda. Jadi? Silakan simpulkan dengan nalar dan hati sehat."
Komentar sejenis bisa dengan mudah Anda temui di kolom komentar. Ada juga yang mengatakannya langsung dalam obrolan.
Memandang Pelecehan Sebagai Kewajaran
Anindya Restuviani, Co Director Hollaback! Jakarta, kelompok yang fokus pada isu kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan, mengatakan respons negatif terhadap aksi Via adalah bukti bahwa kesadaran masyarakat tentang pelecehan seksual masih rendah. Ini, katanya, adalah kondisi bahaya.
"Padahal yang dilakukan Via Vallen ini harusnya yang membuat efek jera bagi pelaku. Perempuan tidak pantas diperlakukan seperti ini," tegas perempuan yang akrab di sapa Vivi ini kepada Tirto.
Vivi mengatakan kalau perempuan, dalam kultur patriarki, dianggap objek seksual belaka. Karena itu, katanya, "objektivikasi seksual jadi lumrah."
Kekerasan seksual terhadap perempuan memang masalah akut di Indonesia. Tahun 2013, World Health Organization (WHO) mengatakan kalau Asia Tenggara, bersama Asia Timur, adalah wilayah dengan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku pasangan intim terbanyak kedua di dunia.
Sementara Komnas Perempuan mencatat tahun lalu terjadi 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan. Tahun 2016 ada 259.150 kasus, dan 2015 321.752 kasus.
Vivi menganggap salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tersebut memang ada pada sisi korban. Korban, katanya, harus seperti Via: berani bicara, mengungkapkannya ke publik.
"Tapi juga harus mempertimbangkan keselamatan. Via tidak bisa dipaksa kalau dia nggak berani. Yang paling penting adalah mental korban itu sendiri."
Apabila seorang perempuan dilecehkan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyimpan bukti pelecehan tersebut. Apa pun bentuknya. Dalam kasus Via, yang ia simpan adalah tangkapan layar percakapan dengan pelaku.
"Nanti kami bisa laporkan ke Kemenkominfo atau Komnas Perempuan," ujarnya.
Berani Bicara
"Pelecehan seksual selalu terjadi. Setiap hari, setiap saat. Ini terjadi dan dianggap sesuatu yang biasa," kata Helga Worotitjan.
Helga adalah perempuan yang pernah mengalami pelecehan seksual waktu kecil. Ia mengalami trauma, membekas terus hingga dewasa. Perlu waktu puluhan tahun baginya untuk berani membagi kisah sedih itu ke orang lain.
Tapi tak semua orang berani seperti Via, juga Helga. Oleh karena itu ia mengapresiasi setinggi langit apa yang dilakukan Via. Menurutnya, tindakan tersebut harus jadi inspirasi agar memberi efek jera bagi pelaku.
Via, harap Helga, dapat terus bicara soal pelecehan seksual. Bukan hanya kasus dirinya tapi juga orang lain.
Kalau ada orang setenar Via yang berani menyuarakan pelecehan seksual, Helga berpendapat akan memicu perempuan lain untuk berani bersuara, sedangkan pelaku mulai ragu untuk melakukan tindakannya.
Selain Via sebetulnya ada juga artis lain yang pernah melakukan hal serupa. Jessica Iskandar dan Dewi Perssik adalah dua di antaranya.
Berbeda dengan Jessica yang akhirnya berdamai dengan terapis pemegang bagian vitalnya, Dewi Perssik langsung melayangkan bogem mentah pada lelaki yang berani menyentuhnya ketika sedang konser.
Helga juga menyinggung anggapan orang-orang yang menilai perlakukan yang dialami Via adalah hal yang wajar karena ia seorang penyanyi dangdut—yang karena faktor sejarah, jadi lekat dengan seksualitas dan skandal. Siapa saja dia, apapun profesinya, tak pantas dilecehkan.
"Justru kalau dia dilecehkan lebih lanjut, itu membuktikan bahwa masyarakat kita memang cabul sejak dari pikiran," katanya.
"Terus speak up, Via Vallen!"
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino