Menuju konten utama

Peraih Nobel Malala Kritik Sikap Diam Suu Kyi atas Rohingya

Malala menyerukan pada Myanmar untuk "menghentikan kekerasan" dan mendesak negara-negara lain untuk menampung pengungsi Rohingya dan memberinya makanan.

Peraih Nobel Malala Kritik Sikap Diam Suu Kyi atas Rohingya
Peserta Aksi protes Tragedi Rohingya Myanmar menunjukan poster seruan atas Tragedi Rohingya Myanmar di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (3/9). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Malala Yousafzai turut bersama para aktivis HAM lainnya mengkritik sikap bungkam pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengenai perlakuan junta militer terhadap minoritas Rohingya di Myanmar.

Aktivis pendidikan asal Pakistan dan peraih Hadiah Nobel Perdamaian itu tumpah ke Twitter untuk mengkritik Aung San Suu Kyi yang seperti dirinya adalah juga peraih Nobel Perdamaian.

"Selama beberapa tahun terakhir ini, saya sudah berulang kali mengutuk perlakuan tragis dan memalukan ini. Saya masih menunggu rekan saya sesama peraih Nobel Aung San Suu Kyi untuk berbuat yang sama. Dunia menunggu dan muslim Rohingya juga menunggu," kata Malala dalam laman National Public Radio, dikutipdari Antara, Selasa (5/9/2017).

Dikabarkan hingga saat ini sudah sekitar 73.000 warga Rohingya menyeberangi Bangladesh dari Myanmar sejak operasi militer besar-besaran Myanmar menyusul serangan terkoordinasi Rohingya ke pos-pos keamanan 25 Agustus lalu.

Perlakuan brutal terhadap Rohingya sudah lama terjadi di Myanmar sampai-sampai mereka disebut sebagai kelompok minoritas paling menderita di Bumi.

Malala juga menyerukan pada Myanmar untuk "menghentikan kekerasan" dan mendesak negara-negara lain untuk menampung pengungsi Rohingya dan memberinya makanan.

Desember tahun lalu, Malala turut menandatangani sebuah surat bersama para peraih Nobel lainnya yang menyerukan pada komunitas internasional untuk berbicara lebih lantang karena tragedi kemanusiaan yang memuncak menjadi pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan tengah terjadi di Myanmar."

Saat itu, lebih dari selusin peraih Nobel menulis sebuah surat terbuka kepada Dewan Keamanan PBB yang berisi peringatan atas tragedi "pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan” di Rakhine, sembari menyebutnya sebagai potensi aksi genosida.

Dalam wawancara dengan BBC April lalu, Aung San Suu Kyi meyakini tidak ada aksi genosida atau pembersihan etnis Rohingya di Myanmar. Ia mengatakan istilah pembersihan etnis terlalu kuat untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi di Rakhine, wilayah dengan mayoritas penduduknya Muslim.

“Saya tidak berpikir ada pembersihan etnis yang terjadi,” kata Suu Kyi kepada BBC, Rabu (5/4/2017) waktu setempat. “Saya pikir pembersihan etnis terlalu kuat dipakai sebagai ekspresi untuk [menggambarkan] apa yang terjadi.”

Baca juga: Suu Kyi Yakin Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya di Myanmar

Aung San Suu Kyi mengatakan ia tengah menuju rekonsiliasi di daerah bermasalah tersebut. Namun, dalam komentar yang mungkin dapat memancing kritik lebih lanjut, ia menolak untuk menerima fakta bahwa agresi sedang dilanggengkan oleh tentara Myanmar di sana.

“Saya pikir ada banyak permusuhan di sana,” kata Suu Kyi. “Ini Muslim membunuh Muslim juga, jika mereka berpikir bahwa mereka berkolaborasi dengan penguasa ... Ini masalah orang di sisi yang berbeda dari suatu kelompok.”

Baca juga: Perlukah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi Dicabut?

Baca juga artikel terkait ROHINGYA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari