Menuju konten utama

Penyesalan Adik Korban Jakmania yang Tak Bisa Selamatkan Haringga

“Apabila saya ada di dekat dia (Haringga) saat itu pasti saya (akan coba) selamatkan,” kata Cakra.

Penyesalan Adik Korban Jakmania yang Tak Bisa Selamatkan Haringga
Seorang tersangka memperagakan tindakannya saat rekonstruksi pengeroyokan yang dilakukan oleh oknum bobotoh terhadap seorang suporter Persija, Haringga Sirla, di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, Jawa Barat, Rabu (26/9/2018). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi.

tirto.id - Meninggalnya Jakmania, Haringga Sirla di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), pada 23 September lalu, membangkitkan kenangan Cakra Wibawa soal tewasnya sang kakak Rangga Cipta Nugraha 6 tahun silam di Stadion GBK, Jakarta. Ia tak habis pikir mengapa kekerasan antarsuporter masih terus terulang.

Saat nyawa Rangga dihabisi Jakmania pada 27 Mei 2012, Cakra berada di kediamannya, kawasan Cimuncang, Bandung. Teman-teman SMA kakaknya tiba-tiba datang ke rumah pada petang hari dan meminta Cakra membawa mereka ke rumah ibunya di kawasan Pasir Honje.

Cakra tak menaruh curiga saat itu. Ia mengira teman-teman kakaknya datang untuk menengok adik tirinya yang masih kecil. Setelah berbincang sampai hampir menjelang malam, mereka tiba-tiba mengatakan bahwa Rangga mengalami kecelakaan.

“Pikiran kami tuh dirampok atau apa gitu,” kata Cakra. “Di jalan, Yoga [yang menemani Rangga ke Jakarta] ngasih tahu bahwa almarhum nonton Persib vs Persija di Jakarta.”

Menurut Cakra, kakaknya sudah menyukai Persib sejak duduk di sekolah dasar. Saat di tingkat sekolah menengah atas, Rangga yang berbeda tiga tahun dengan Cakra turut mempengaruhi dirinya untuk menjadi Bobotoh fanatik.

“Saat itu kakak sering ngajak saya main ke stadion. Mengajak saya menjadi suporter fanatik,” kata Cakra.

Setelah Rangga lulus SMA dan kuliah di Jakarta, Cakra tak pernah tahu apa saja aktivitas kakaknya. Ia pikir, Rangga tidak sering menonton Persib secara langsung di stadion. Apalagi ia tinggal di kawasan Jakmania yang menjadi musuh bebuyutan Bobotoh.

Faktanya, Rangga termasuk salah satu penonton setia Persib. Bukan hanya saat berlaga di GBK, bahkan ketika bertanding di luar kota, Rangga sering menyempatkan diri menonton. Rangga juga tergabung dalam komunitas Viking Campus. Cakra baru mengetahui hal itu setelah teman-teman kakanya di kampus menunjukkan foto-foto Rangga bepergian ke luar kota untuk mendukung tim kesayangannya itu.

Namun demikian, meski kakaknya serupa dengan Haringga yang pergi diam-diam untuk menonton pertandingan Persib vs Persija, Cakra menegaskan bahwa kakaknya tidak pantas dianiaya, begitu pula dengan Haringga.

“Mereka punya hak apa menghajar orang?” kata Cakra. “Mereka memukul, saya yakin karena mereka tak pernah merasakan kehilangan. Mereka yang tahu cuma teori saja, sedangkan saya praktik, orang yang merasakan langsung. Mereka hanya praktik dan logika balas dendam saja.”

Infografik CI Meregang Nyawa Demi Sepakbola

Buang Keinginan Balas Dendam

Cakra menuturkan, hampir dua tahun dirinya memiliki keinginan pergi ke Jakarta dan mencari Jakmania yang membunuh kakaknya. Niatan itu terlintas ketika mengetahui kakaknya dipukuli hingga tewas. Saat itu, Cakra dan ibunya bahkan memilih tak melihat jenazah Rangga.

Ia berdiam di bawah tangga, menunggu ayahnya kembali dari ruang jenazah untuk memastikan bahwa yang meninggal benar-benar Rangga. Saat ayahnya mengkonfirmasi, Cakra langsung memeluk ibunya yang mencucurkan air mata sederas-derasnya.

“Saya juga marah, tapi mau marah sama siapa?” kata Cakra.

Dari situ, Cakra mulai menimbang untuk mencari pelakunya untuk membalas dendam. Namun ia terhenti karena merasa takut. Cakra mengaku takut akan terjadi apa-apa pada dirinya jika benar-benar nekat. Kalau pun berhasil balas dendam, kata dia, kemungkinan besar ia akan dipenjara.

“Lalu siapa yang menjaga ibu saya kelak?” kata dia mengisahkan.

Cakra lalu bergabung dengan komunitas Viking Campus yang sama dengan kakaknya sambil membuka pikiran bahwa balas dendam tak akan menyelesaikan masalah. Menurutnya, pangkal kematian kakaknya adalah sikap suporter yang selalu menyelesaikan rivalitas dengan kekerasan. Inilah yang harus dihentikan agar tak ada lagi korban seperti kakaknya.

Sikap inilah yang mendorong Cakra melakukan penyelamatan terhadap empat orang Jakmania di Bandung pada 2016. Kala itu, kata dia, Persija dan Persib akan bertanding di stadion Gelora Bandung Lautan Api. Cakra bersama kawan-kawannya melakukan penyisiran terhadap Jakmania untuk melindungi mereka.

Menurut Cakra, bila nantinya Jakmania ketahuan berada di lokasi, keributan tentu sulit dicegah. Untuk itu, dia melakukan penyisiran dan mengamankan Jakmania. Empat orang yang ditemukan Cakra justru takut duluan. Mereka lari dan malah memicu perhatian dari Bobotoh lainnya.

Saat itu, Cakra berusaha menenangkan Bobotoh lainnya itu. Beruntung, dengan meminjam nama kakaknya, Jakmania itu berhasil diamankan oleh Cakra. “Saya bilang saya adiknya Rangga. Saya tahu rasanya kehilangan. Bayangkan bila yang dipukuli ini kamu, apa reaksi orang tuamu? Untungnya mereka mau mengerti dan saya bawa Jakmania ini naik motor untuk kami amankan,” kata Cakra.

Bagi Cakra, menyelamatkan suporter yang kemungkinan akan bernasib sama seperti kakaknya lebih baik daripada menyaksikan kematian Jakmania yang menganiaya Rangga hingga tewas. Ketika mengetahui Haringga yang tewas dikeroyok suporter pada 23 September lalu, ia langsung teringat kesedihan yang dialaminya saat kakaknya meninggal.

“Apabila saya ada di dekat dia [Haringga] saat itu pasti saya [akan coba] selamatkan,” sesal Cakra.

Saat kejadian, Cakra berada di gerbang merah dan tidak melihat peristiwa nahas itu. Cakra baru mengetahui kabar soal pengeroyokan Haringga dari istrinya setelah pertandingan selesai, karena di dalam stadion tidak ada sinyal.

Solusi Mengambang

Dalam kasus ini, Menpora Imam Nahrawi meminta PSSI untuk mencari solusi dan menghentikan Liga 1 2018 dalam waktu dua minggu. Ia mengatakan kebijakan ini diambil sebagai momentum intropeksi bagi semua pihak yang terlibat.

Imam menegaskan satu nyawa sangat berarti dalam sepak bola. PSSI diharapkan dapat mencari solusi untuk sanksi tegas bagi pihak-pihak yang bersalah dalam peristiwa penganiayaan Haringga. Misalnya terhadap klub Persib Bandung atau panitia pelaksana.

Namun, jika belum ada solusinya, Imam mengatakan bahwa ia “tidak akan tinggal diam.” “Ini warning terakhir dari pemerintah. Lakukan sesuatu,” kata politikus PKB ini.

Sayangnya, Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi masih belum bisa memberikan jaminan tidak terulangnya kasus serupa yang menyebabkan muncul Haringga dan Rangga lainnya. Edy mengaku akan menunggu hasil sidang Komdis PSSI untuk memberikan sanksi bagi yang bersalah dan menentukan solusi pendek masalah ini.

Kendati demikian, tak ada pula kepastian dari Edy bahwa hukuman dari Komdis akan lebih berat daripada sebelumnya untuk memberikan efek jera. “Kok soal [sanksi] berat? Senang sekali dia [katanya menunjuk reporter Tirto] menghukum orang. Untung dia tak punya wewenang ini. Kalau punya, dihukum semua sama orang,” katanya saat konferensi pers di Hotel Borobudur, Jakarta.

“Kita semua prihatin. Kami semua sudah bekerja. Tolong jangan negatif Anda berpikir. Setuju? Setuju? Saya yakin ini tidak puas, karena saya bukan pemuas. Tunggu ini semua. Beri waktu agar saya tidak salah memutuskan. Yang enggak setuju, ya sudah,” kata Edy.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN SUPORTER atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Olahraga
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz