tirto.id - Menkopolhukam Wiranto ditusuk orang di depan pintu gerbang Alun-Alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten. Saat itu ia bersama rombongan hendak meninggalkan lokasi menuju Jakarta, Kamis (10/10/2019) pukul 11.55 WIB.
Penusukan terjadi tepat setelah Wiranto keluar dari mobil. Secepat kilat ia diterjang seseorang berpakaian hitam dari arah kiri dengan senjata jarak dekat, kunai. Beberapa orang di sekelilingnya berusaha menghalangi, tapi gagal. Dia tersungkur sambil memegang perut.
“Ada sekelompok massa yang seperti biasa akan bersalaman dengan pejabat,” kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kamis (10/10/2019), menjelaskan kenapa bisa pelaku sedekat itu dengan Wiranto.
Saat ini Wiranto masih dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Pelaku bernama Syahril Alamsyah alias Abu Rara. Polisi langsung menangkapnya bersama sang istri, Fitri Andriana. Dedi mengatakan “pelaku termasuk dalam kelompok JAD Bekasi” yang dipimpin Abu Zee. Abu Zee pulalah yang menikahkan keduanya, kata Dedi, dan kini dia “telah ditangkap 23 September lalu bersama delapan pelaku lain.”
JAD atau Jamaah Ansharut Daulah adalah kelompok ekstremis yang terkait dengan penyerangan gereja di Surabaya pada 2018 lalu.
Pernyataan serupa diungkapkan Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Budi Gunawan. Setelah menjenguk Wiranto, Budi Gunawan mengatakan “Abu Rara dulu dari sel JAD Kediri kemudian pindah ke Bogor.” Kemudian, Budi melanjutkan, “karena cerai dengan istri pertama, pindah ke Menes.”
Budi lantas mengatakan kalau BIN sebenarnya “sudah mendeteksi” pergerakan sel-sel JAD, termasuk Abu Rara. “Belum pada tahapan bom, tapi pola-pola seperti itu bisa juga, dengan pisau.”
Teledor
Brigjen Pol Dedi Prasetyo lantas menegaskan mereka "tidak kecolongan". Dia menambahkan, “ada pengawalan dekat dengan beliau (Wiranto)” yang gerak-geriknya sesuai standar.
Faktanya, Wiranto terluka. Pengamanan terhadapnya tidak bisa tidak disebut bobol.
Tak heran jika kemudian baik polisi, atau bahkan BIN yang menurut Budi Gunawan sudah memantau pergerakan Abu Rara, dikritik.
Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid mengatakan semestinya penikaman terhadap Wiranto “bisa dicegah” jika operasi intelijen dijalankan. Sementara bekas Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Laksda Purnawirawan Soleman B Ponto mengatakan kesalahan juga ada di pihak aparat lapangan.
“Ujungnya adalah para pengawal. Sehebat apa pun informasi intelijen, kalau pengawal tidak melaksanakan, ya, tidak jalan. Para pengawal, saya kira, tidak menjalankan dengan baik. Terlalu ceroboh,” kata ucap Soleman kepada reporter Tirto, Kamis (10/10/2019).
“Kalau melihat foto, ada dua orang tidak dikenal di belakang mobil. Seharusnya itu disuruh pergi, jangan mendekat.”
Wiranto sebenarnya tiba di lokasi tersebut beberapa jam sebelum penusukan, tepatnya pukul 08.57. Dia lantas berangkat ke Kampus Universitas Mathla'ul Anwar (Unma) Banten pukul 09.05 dan sampai pukul 09.17. Dari alun-alun, jaraknya sekitar 7,2 kilometer. Di sana dia menghadiri peresmian salah satu gedung perkuliahan.
Wiranto dan rombongan lantas makan siang di Gedung I Unma pukul 10.47. Dia juga bertemu dengan Presiden Mahasiswa Unma Agus Hidayat dan Wakil Presiden Mahasiswa Erik pukul 11.00. Wiranto balik lagi ke alun-alun setengah jam kemudian, dan tiba pukul 11.50.
Aparat semakin sahih disebut kecolongan, kata Soleman, karena dua tahun lalu Densus 88 menangkap terduga teroris di Pandeglang. Fakta ini semestinya membikin aparat mempersiapkan pengamanan ekstra.
Di luar itu, Soleman mengatakan Wiranto jadi target karena posisinya di pemerintahan, juga perannya saat Hizbut Tahrir Indonesia dibubarkan pada 2017 lalu. Saat itu Wiranto memang cukup banyak berkomentar. Dia, misalnya, bilang pembubaran HTI logis dan realistis. Tahun lalu dia juga meminta masyarakat tidak lagi meributkan pembubaran HTI.
“Jadi, masuk di kepala dia (pelaku penusukan), 'Wiranto harus dihilangkan.’ Itu sebenarnya.” Soleman mengatakan teroris akan selalu melihat sosok dan rekam jejak si target. “Sosok yang akan mengganggu kelompok (teroris), keberlangsungan tujuan kelompok,” Soleman memungkasi.
Hal serupa diutarakan Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.
"Sasaran penusukan adalah pejabat pemerintah, aparat keamanan, pejabat publik, dan tokoh-tokoh yang menurut pandangan mereka adalah tagut. Karena dianggap musuh, maka mereka menggunakan berbagai cara untuk menghabisi," kata Gus Yaqut dalam keterangan tertulis.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino