Menuju konten utama

Penjualan Rokok Murah Naik, Penerimaan Cukai Justru Turun

Tren peralihan konsumsi ke rokok murah akan menghambat optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) dalam jangka panjang.

Penjualan Rokok Murah Naik, Penerimaan Cukai Justru Turun
Pekerja menunjukkan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (4/11/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.

tirto.id - Sejumlah analis pasar modal mengingatkan tren peralihan konsumsi rokok masyarakat akan menghambat optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) dalam jangka panjang. Indikasi peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) ini salah satunya terlihat dari kinerja emiten rokok di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Saat ini emiten-emiten besar di Golongan 1 (tarif cukai tertinggi) mengalami penurunan volume penjualan dan produksi yang signifikan. Sebaliknya, emiten yang dibebani tarif cukai lebih rendah mengalami kenaikan volume penjualan.

Laporan interim emiten dan berbagai riset sekuritas memperlihatkan kinerja emiten rokok besar di kuartal I 2023 dipengaruhi oleh kenaikan harga produk dan penurunan harga pokok penjualan akibat berkurangnya produksi. Situasi sebaliknya terjadi pada emiten yang lebih kecil.

“Berkurangnya penerimaan negara bisa jadi akibat masyarakat yang sensitif terhadap perubahan harga. Akan ada pergeseran konsumsi kalau ada kenaikan harga,” kata analis Asosiasi Analis Efek Indonesia, Reza Priyambada di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Riset Indopremier mencatat, sepanjang kuartal I 2023 PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) mencatatkan volume penjualan secara tahunan (year-on-year) untuk SKT turun 1,2 persen dan SKM turun 13,8 persen. Akibatnya, jumlah setoran pita cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak rokok Gudang Garam sepanjang kuartal I 2023 hanya Rp21,47 triliun, turun 14,3 persen dibanding kuartal I 2022 sebesar Rp25,06 triliun.

Hal yang sama juga terjadi pada PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP). Volume penjualan perusahaan sepanjang kuartal I turun 5,8 persen (yoy). Akibatnya, setoran cukai dari produk yang telah terjual oleh perusahaan ini pada kuartal I 2023 hanya Rp16,5 triliun, turun 6,25 persen dari Rp17,6 triliun di kuartal I 2022. Penurunan produksi emiten besar ini berdampak pada penerimaan cukai negara mengingat posisinya sebagai kontributor terbesar penerimaan CHT.

Sebaliknya, emiten menengah seperti PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) meraup untung dari pergeseran konsumsi masyarakat ke rokok yang lebih murah. Terjadi peningkatan produksi dan pemakaian pita cukai oleh perusahaan ini dalam beberapa bulan terakhir. Data laporan keuangan Wismilak mencatat, pemakaian pita cukai sepanjang kuartal I 2023 sebesar Rp602,6 miliar, melonjak 41,42 persen dari Rp426,1 miliar di kuartal I 2022.

Dampak downtrading ini juga terefleksi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dirilis Kementerian Keuangan. Pada kuartal 1 2023, penerimaan kepabeanan dan cukai merosot 8,93 persen menjadi Rp72,74 triliun. Hal ini disebabkan oleh merosotnya pos penerimaan bea keluar dan menurunnya penerimaan dari sektor CHT. Adapun penerimaan CHT pada kuartal 1 2023 terkoreksi 0,74 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp55,24 triliun.

Menurut Reza, kondisi ini dipastikan akan terus terjadi selama selisih tarif cukai antara Golongan 1 dan golongan di bawahnya masih lebar. Tanpa perubahan kebijakan tarif saat ini, pabrikan Golongan 1 bakal terus tertekan, sementara konsumen terus beralih ke rokok murah.

"Persentase orang yang mengonsumsi rokok non-premium (murah) makin besar, berkebalikan dengan konsumsi rokok premium (dari Golongan 1),” tegas Reza.

Analis Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga menegaskan penerimaan cukai mengalami tren downtrading.

“Harga rokok dari Golongan 1 lebih mahal sementara Golongan 2 lebih murah. Perolehan cukai rokok dari Golongan 1 pasti turun sementara Golongan 2 sebaliknya. Penerimaan cukai Golongan 2 yang lebih tinggi menyebabkan penerimaan negara kurang optimal,” pungkasnya.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui, setelah tiga tahun berturut-turut selalu positif, sekarang penerimaan kepabeanan dan cukai mengalami penurunan meskipun secara penerimaannya masih cukup baik. Hal ini dipengaruhi turunnya penerimaan bea keluar (BK) menjadi sebesar Rp3,03 triliun dan cukai, namun penerimaan bea masuk (BM) sebesar Rp12,3 triliun di Maret 2023 masih menunjukkan kinerja positif.

"Ini penyebabnya terutama di BK, karena BK mengalami penurunan hingga 71,66 persen. Ini dipengaruhi harga crude palm oil (CPO) yang terus menurun dan turunnya volume ekspor komoditas mineral," ungkapnya.

Bendahara Negara itu juga tak menampik bahwa kinerja penerimaan cukai turun 0,72 persen pada kuartal I-2023 ini disebabkan penurunan produksi di Januari 2023, utamanya dari rokok SKM dan SPM golongan 1.

"Ini karena perpindahan dari produksi rokok golongan 3 yang mengalami kenaikan, sedangkan golongan 1 dan 2 menurun," tandasnya.

Baca juga artikel terkait CUKAI ROKOK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang