tirto.id - Seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pemberian Penghargaan kepada Anggota DPR pada Akhir Masa Keanggotaan menjadi Peraturan DPR RI. Persetujuan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2045, Kamis (19/9/2024).
"Apakah Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pemberian Penghargaan kepada Anggota DPR RI pada Akhir Masa Keanggotaan dapat disetujui untuk ditetapkan menjadi Peraturan DPR RI?" tanya Wakil Ketua DPR RI, Lodewijk F. Paulus, selaku Pimpinan Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan.
Para anggota DPR yang hadir dalam rapat tersebut pun menjawab setuju.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi, mengatakan bahwa Rancangan Peraturan DPR RI tersebutdisusun dalam rangka memberi penghormatan dan penghargaan kepada para “wakil rakyat” atas kesetiaan dan pengabdiannya dalam memperjuangkan aspirasi rakyat demi kepentingan bangsa dan negara.
Rancangan Peraturan DPR RI itu sebelumnya memang sudah dibicarakan secara intensif oleh Baleg DPR dalam Rapat Pleno pada 17 September dan Rapat Panja pada 18 September. Setidaknya ada beberapa muatan materi dalam Rancangan Peraturan DPR RI tentang Pemberian Penghargaan kepada Anggota DPR RI pada Akhir Masa Keanggotaan tersebut.
Pertama, semua anggota DPR yang menyelesaikan atau tidak menyelesaikan masa keanggotaannya akan mendapattanda penghargaan yang terdiri atas piagam dan pin.
Kedua, pemberian piagam penghargaan dan penyematan pintersebut akan dilakukan oleh pimpinan DPR secara simbolis kepada anggota yang mewakili fraksi. Acara tersebut diikuti seluruh anggota dan dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR RI.
Ketiga, selain kepada anggota, piagam penghargaan juga dapat diberikan kepada tenaga sistem pendukung yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Sekretariat Jenderal DPR RI dan tenaga ahli pada alat kelengkapan DPR, serta tenaga ahli fraksi.
"Empat, tanda penghargaan Peraturan DPR ini diberikan terhitung sejak masa keanggotaan DPR tahun 2019-2024," ucap Baidowi.
Peraturan DPR tentang Pemberian Tanda Penghargaan lantas mengundang sentimen negatif dari beberapa kalangan.Pasalnya,ia jelas-jelas bukanlah sesuatu yang urgen. Apalagi, aturan tersebut tak ada kaitannya dengan masyarakat.
Maka pemberian tanda penghargaan itu hanya menunjukan bahwa para anggota DPR itu gila hormat.
"Ini peraturan paling lucu sih yang dibuat DPR. Mereka seperti menunjukkan betul betapa tidak berharganya mereka bagi publik sehingga bikin peraturan untuk menghargai diri sendiri," ujar peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, kepada Tirto, Jumat (20/9/2024).
Lucius justru heran, apa yang begitu berharga dari mereka sehingga merasa perlu dihargai dengan piagam penghargaan. Para anggota DPR, menurutnya,bertingkah tak ubahnyaseperti peserta seminar yang berburu sertifikat.
"Jangan-jangan anggota DPR juga kepengen diberikan banyak sertifikat seminar?" ujarnya mempertanyakan.
DPR Tak Pantas Diberi Penghargaan
Lebih lanjut, Lucius mengatakan bahwapenghargaan sesungguhnya untuk anggota DPR adalah ketika publik memercayai mereka dan memilihnya dalam pemilu. Menurutnya lagi, penghargaan dari rakyat itu tak bisa hanya dinikmati saja, tapi harus diisi dengan mewujudkan aspirasi pemilih atau rakyat.
"Kalau DPR banyak dikritik terkait kinerja mereka, ya artinya DPR tak pantas dihargai, siapa pun mereka," terang dia.
Jika para anggota DPR tak mengakomodasi RUU penting yang berkaitan dengan publik, kata Lucius, masyarakat Indonesia pastilah juga enggan menghargai mereka. Sebagai contoh, tiliklah nasib RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sampai hari ini pembahasannya mandek, meski sudah banyak desakan.
"Bagaimana mereka mau dihargai, RUU PPRT itu aja terbengkalai, sementara RUU Wantimpres, RUU Kementerian Negara justru digas habis tanpa partisipasi publik," kata dia.
Padahal, partisipasi publik adalah ekspresi penghargaan sejati DPR pada rakyat. Kalau RUU Kementerian Negara dan RUU Wantimpres bisa dibahas tanpa melibatkan publik, artinya DPR menunjukkan gestur tak menghargai rakyat pemilihnya. Sehingga, tak pantas pulalah DPR mengharap penghargaan dari rakyat.
Seremoni Kosong
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal, menilai bahwa pemberian penghargaan “dari DPR untuk DPR” itu hanyalah simbolik belaka. Itu hanya tengara bahwa mereka sudah menjalankan masa jabatannya selama lima tahun. Jadi, penghargaan itu sama sekali bukanlah tandakinerja baik DPR.
"Saya rasa ini seperti formalitas seremonial yang kemudian tidak menunjukan bahwa DPR telah melakukan atau memberikan pekerjaan baik," kata Haykal kepada Tirto, Jumat.
Haykal juga mengatakan bahwa masyarakat bisa menilai sendiri produk legislatif macam apa saja yang dihasilkan oleh DPR selama lima tahun ini. Dari situ bisa terlihat apakah DPR benar-benar menyerap aspirasi masyarakat atau justru sebaliknya.
"Menurut saya, [pemberian penghargaan] ini akan kontra dan juga tidak sesuai dengan apa yang kita lihat selama ini. Saya rasa kita sama-sama tahu publik menilai bagaimana kinerja DPR itu sendiri," kata dia.
Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menambahkan bahwa penghargaan dari DPR untuk DPR itu tak lebih dari wujud narsisme kolektif, yakni keyakinan berlebihan atas superioritas kelompoknya.
Pasalnya, jika bicara asal-usul, kursiatau keanggotaan DPR sebenarnya merupakan bentuk amanat dari suara rakyat. Ingatlah bahwa para anggota DPR dipilih oleh rakyat. Tapi anehnya, setelah terpilih, mereka malah kerap merasa lebih superior dari rakyat yang dulunya mereka kejar-kejar suaranya.
"Jadinya, pin penghargaan itu bentuk narsisme kolektif. Para anggota DPR itu merasa punya jasa yang begitu besar, padahal memang sudah tugasnya untuk membuat produk legislasi," kata Musfi kepada Tirto, Jumat.
Buang-Buang Anggaran
Perludem juga menilai bahwa pemberian tanda penghargaan bagi DPR itu secara otomatis tidaklah gratis. Pasti ada beban anggaran yang kemudian bertambah untuk pengadaan tanda penghargaan. Asal uang untuk itu pun sudah pasti dari rakyat.
"Kemudian, itu harus dilihat sebagai bentuk yang kalau saya anggap itu adalah penyia-nyiaan dan juga itu buang-buang uang," kata Haykal.
Padahal, alokasi anggaran yang mereka terima sebagai anggota DPR saja sudah cukup besar. Sebagai anggota DPR, mereka dikucuri dana aspirasi dan dana lain-lain. Dengan segala kemudahan itu, DPR mestinya punya bertanggungjawab dengan menunjukkan kinerja melalui produk legislasi yang berkualitas dan memenuhi aspirasi rakyat.
"Ini kemudian perlu kita soroti sebenarnya. Publik sudah bisa menilai apa yang dihasilkan DPR dalam bentuk produk legislasi, apakah kemudian itu sudah penuhi aspirasi publik atau belum," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi