tirto.id - Wadiah adalah salah satu istilah dalam muamalah Islam yang artinya titipan. Titipan ini harus dijaga dan dikembalikan kapan pun ketika si penitip menghendakinya. Konsep wadiah masih digunakan dalam sistem ekonomi syariah kontemporer dengan penyesuaian perkembangan zaman.
Contoh wadiah yang diterapkan bank-bank syariah di Indonesia adalah giro wadiah, tabungan, hingga save deposit box bagi nasabah yang membutuhkan.
Secara definitif, wadiah berasal dari bahasa Arab, yaitu barang yang dititipkan. Dalam Islam, wadiah diartikan sebagai penjagaan kepemilikan terhadap barang-barang milik pribadi dengan cara-cara tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, wadiah adalah penitipan suatu barang kepada orang lain dengan maksud dipelihara dan dirawat sebagaimana mestinya.
Akad wadiah ini hukumnya mubah atau diperbolehkan dalam Islam. Dalilnya berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
”Tunaikanlah amanah [titipan] kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalas khianat kepada orang yang menghianatimu,” (H.R. Abu Daud).
Syarat-syarat Wadiah dalam Islam
Wadiah dianggap sah jika memenuhi tiga syarat, yaitu syarat orang menitipkan (muwaddi') dan yang dititipi barang (mustaudi'), syarat barang wadiah, dan syarat shigat (ijab kabul).
Berikut ini tiga syarat wadiah, sebagaimana dikutip dari buku Fikih (2020) yang ditulis Ubaidillah.
1. Syarat orang menitipkan (muwaddi') dan yang dititipi barang (mustaudi')
Orang yang menitipkan dan dititipi barang harus sudah balig dan berakal sehat. Artinya, kedua belah pihak sudah cukup umur, dewasa, dan dalam keadaan sadar. Berakal sehat artinya tidak mabuk atau gila (hilang kesadaran).
2. Syarat barang yang dititipkan
Barang wadiah yang dititipkan harus berupa harta yang dapat disimpan dan diserahterimakan, serta memiliki nilai tertentu (qimah).
Contoh barang wadiah adalah harta benda, uang, barang berharga, dan dokumen penting, seperti saham, surat perjanjian, hingga sertifikat.
3. Syarat shigat atau ijab kabul
Akad wadiah dilakukan dengan ucapan dan perbuatan. Contoh ucapan ijab kabul wadiah adalah: “Saya titipkan barang ini kepadamu". Kemudian, kabulnya dapat berupa: “Saya terima titipan ini.”
Penerapan Wadiah dalam Muamalah Ekonomi Syariah
Konsep wadiah terus digunakan hingga sekarang dalam muamalah ekonomi syariah kontemporer. Aplikasi wadiah diatur dalam fatwa DSN-MUI No.36/DSN MUI/X/2002 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sebelumnya, akad wadiah juga diatur dalam fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/IV/2000 berkaitan dengan mudarabah dan wadiah.
Perbankan syariah mengenal istilah save deposit box yang merupakan manifestasi dari wadiah yad al-amanah, yaitu barang berharga yang dititipkan untuk disimpankan.
Pihak yang menyimpankan barang wadiah, dalam hal ini bank syariah, tidak bertanggung-jawab atas kerusakan barang tersebut karena usia penyimpanan. Sebab, pihak bank hanya menyimpankan barang wadiah dari penitip, bukan menanggung kerugian atas kerusakannya.
Konsep wadiah yang lain adalah giro atau tabungan yang diterapkan bank-bank syariah pada umumnya. Sebagai misal, bank muamalah menggunakan dasar hukum wadiah yad ad-dhamanah dalam pengelolaan simpanan nasabahnya.
Konsep wadiah yad ad-dhamanah adalah titipan barang/uang nasabah yang boleh dimanfaatkan dengan izin pemiliknya.
Apabila uang itu dikelola dan memperoleh keuntungan, laba itu sepenuhnya milik bank. Biasanya, untuk menarik nasabah, bank syariah melakukan bagi hasil atas inisiatif bank tersebut.
Editor: Addi M Idhom