tirto.id - Setahun lalu, saat musim libur menjelang Natal dan tahun baru, banjir bandang menerjang Kota Bima. Peristiwa ini dipicu kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai Sari, menyebabkan lima kecamatan terendam banjir meliputi Rasanae Timur, Rasanae Barat, Mpunda, Raba, dan Asakota. Banjir ini terburuk selama 10 tahun terakhir.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, banjir ini menyebabkan 8.491 orang mengungsi dan 105.754 orang terkena dampak. Selain itu 203 rumah hanyut, 652 rumah rusak berat, 742 rumah rusak sedang, dan 18.294 rumah rusak ringan/terendam. Secara umum Kota Bima lumpuh total. Aktivitas kantor, sekolah, dan niaga berhenti.
Kondisi ini membuat Pemerintah Kota Bima menetapkan status tanggap darurat selama 15 hari. Kantor Wali Kota berubah menjadi posko utama. Tempat ini menjadi pusat pengambil keputusan dan evaluasi penanggulangan bencana. Minggu pertama evaluasi, Wali Kota Bima disuguhkan laporan menyenangkan alias asal bapak senang dari bawahan. Alhasil, proses rehabilitasi berjalan lambat.
Syahrial Nuryadin dari Humas Kota Bima mengatakan bahwa dua minggu setelah bencana, pemerintah Kota Bima memutuskan menggunakan aplikasi Qlue dalam proses penanganan bencana. Bagi Pemkot Bima, Qlue menjadi platform pelaporan online oleh masyarakat kepada pemerintah soal lokasi bencana yang belum diselesaikan.
"Kami bisa pantau daerah mana yang masih banyak sampah dan lumpurnya. Masyarakat bisa foto, lalu kirim ke aplikasi Qlue dan ditindaklanjuti oleh relawan, polisi, dan TNI. Kami pun tahu secara real time progres pemulihan bencana," kata Syahrial kepada Tirto via telepon, Sabtu pekan lalu.
Dengan Qlue, petugas lapangan hanya perlu memotret lokasi dampak bencana dengan ponsel, lalu mengunggahnya
dengan ukuran file yang relatif kecil kepada command center secara real time. Laporan Qlue ini dijadikan peta dampak bencana untuk mempermudah distribusi bantuan. Hasilnya, kota Bima kembali terpulihkan 40 persen dalam waktu kurang dari dua minggu dan hampir pulih 100 persen dalam kurun tiga minggu.
Bambang Surya Putra, Kepala Subbidang Peringatan Dini BNPB, mengatakan bahwa pihaknya memanfaatkan platform Qlue untuk melaporkan kejadian atau informasi potensi bencana dalam bentuk yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Kami diuntungkan karena menerima informasi secara real time kebencanaan, dengan titik lokasi yang tepat, waktu yang tepat, dengan data transparan untuk kebutuhan pengambilan keputusan, baik di posko maupun di pusat pengendalian operasional," katanya, menambahkan bahwa bukti foto soal titik lokasi ini diperlukan untuk mengurangi hoaks.
Bambang berkata bahwa pemakaian aplikasi Qlue dalam bencana bukan hanya diterapkan di Kota Bima. Sebelumnya, adalah peristiwa banjir di Aceh, juga peristiwa bencana di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dan di kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Menurutnya, Qlue bisa berperan dalam pelaporan bencana secara seketika. Apalagi Indonesia adalah negara rawan bencana. Selama 2016 ada 2.369 kejadian bencana, tertinggi sejak 2002.
"Namun, banyak pemda yang enggak siap dengan komitmen, seolah kalau memakai Qlue, bisa menelanjangi dirinya sendiri," kata dia.
Penerapan Qlue di Manado
Sarah Ramadhania dari Qlue mengatakan saat ini sudah ada beberapa daerah bekerja sama dengan Qlue. Selain DKI Jakarta dan Manado, ada juga dari pemerintah Sidoarjo, Cilegon, dan Probolinggo. Kerja sama ini berdurasi tiga tahun dan dievaluasi setahun sekali.
Sarah mengklaim aplikasi Qlue dapat membantu pemda secara efektif. Di Manado, misalnya, Qlue dipakai untuk membantu kinerja publik soal problem sampah, jalan rusak, parkir liar, dan banjir.
Heintje Lombone, kepala aplikasi dan informatika dari Dinas Kota Manado, mengatakan pemkot masih "tahap belajar" pada tahun pertama.
"Setahun lalu kami melakukan sosialisasi soal proses pelaporan masyarakat di lingkungan masing-masing," ujarnya.
Pemkot Manado menerapkan standar respons maksimal tiga jam. Jika nihil respons dalam satu jam, pusat pengendali dalam jaringan Qlue mengingatkan pimpinan Satuan Kepala Perangkat Daerah.
"Kami ada grup chat dengan Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Jika sudah masuk, pasti langsung ditindaklanjuti SKPD," kata Lombone.
Berdasarkan data dari divisinya, total ada 538 laporan pada Januari-September 2017. Masing-masing keluhan soal sampah (124 laporan), jalan rusak (98), parkir liar (78), banjir (60), kemacetan (50), dan lain-lain (128).
Untuk Kota Manado, respons aduan via Qlue bukan jadi indikator satu-satunya kinerja pejabat. "Tetapi harus ada pengawasan agar laporan yang sepele bisa disaring, tindak lanjut dari petugas pun tidak asal-asalan," kata Lombone.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam