Menuju konten utama

Pengancam Penggal Kepala Jokowi Mengaku Tidak Kenal Perekam Video

Perekam video viral tentang penggal kepala Presiden Jokowi kini masih diburu oleh polisi. Polisi menyatakan perekam video berasal dari Sukabumi.

Pengancam Penggal Kepala Jokowi Mengaku Tidak Kenal Perekam Video
Hermawan Susanto (HS), pelaku pengancaman pemenggalan kepala Presiden Joko Widodo saat demonstrasi di Bawaslu RI, ditangkap polisi Polda Metro Jaya, Minggu (12/5/2019). Antara/PMJ/2019)

tirto.id -

Hermawan Susanto (27) tersangka kasus pengancaman penggal kepala Presiden Jokowi mengaku tidak mengenal perekam video ucapannya tersebut.

"Tidak (tersangka dan perekam tak saling mengenal)," ujar Wakil Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary Syam Indradi di Polda Metro Jaya, Senin (13/5/2019).

Perekam itu kini masih diburu oleh polisi. Ade menyatakan perekam video berasal dari Sukabumi.

"Kami masih melakukan penelusuran, (perekam) diduga berasal dari Sukabumi. Kami akan lakukan pendalaman maksud dan tujuan menyebarkan video," sambung Ade.

Hermawan pun masih diperiksa intensif oleh kepolisian guna mencari tahu motif dan tujuan pernyataan yang diduga berisi makar itu.

Hermawan ditangkap di Perumahan Metro, Parung, Kabupaten Bogor, Minggu (12/5/2019), di kediaman keluarganya.

Peringkusan terhadap Hermawan dilakukan sekitar pukul 08.00 WIB oleh Subdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Polisi menyebutkan Hermawan diduga melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara dan bidang ITE dengan modus pengancaman pembunuhan presiden.

Kejadian bermula ketika ada aksi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jumat (10/5/2019), sekitar pukul 14.40 WIB. Lantas pelaku menyatakan bahwa dirinya berasal dari Poso dan siap memenggal kepala presiden.

“Kita siap penggal kepalanya Jokowi, Demi Allah,” kata dia dalam video tersebut.

Hermawan merupakan pemuda kelahiran tahun 1994 dan berdomisili di Palmerah, Jakarta Barat.

Atas perbuatannya, Hermawan disangkakan Pasal 104 KUHP, Pasal 27 ayat (4) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman mati atau penjara paling lama 20 tahun.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari