Menuju konten utama

Pengamat: Maraknya Isu Agama Sengaja Dikelola Simpatisan Parpol

Simpatisan partai politik memainkan isu agama untuk mendongkrak popularitas partai dan menjatuhkan lawan politiknya.

Pengamat: Maraknya Isu Agama Sengaja Dikelola Simpatisan Parpol
Ilustrasi simpatisan partai politik. Antara Foto/Yusran Uccang.

tirto.id - Isu agama ataupun SARA yang kian marak sengaja dikelola oleh partai politik untuk kepentingan tertentu. Hal ini dikemukakan Direktur eksekutif dari Indonesia Political Review, Ujang Komarudin ketika dihubungi Tirto pada Jumat (23/2/2018).

Ujang mengaku, temuan yang mengatakan isu SARA dan hoaks kebanyakan dilakukan oleh simpatisan partai politik ini memang harus dijabarkan lebih matang. Meski belum tentu mempublikasikan isu SARA dan hoaks, partai politik mempunyai pasukan siber yang bergerak untuk menggiring opini publik.

“Kebanyakan memang, diakui atau tidak, yang menggiring opini media sosial itu ya pasti orang-orang politik. Bahkan calon-calon kepala daerah itu mempunyai pasukan-pasukan siber,” tegas Ujang.

Dalam dunia politik, Ujang menilai ada dua poin yang hendak dibentuk oleh pasukan siber masing-masing partai politik atau kader politik. Pertama, pasukan siber bertugas membangun pencitraan; dan kedua, adalah menjatuhkan pihak lawan.

“Karena isu yang paling sensitif adalah agama, dimunculkanlah isu agama itu,” jelas Ujang lagi.

Pasukan siber partai politik bisa memilih isu yang akan digunakan baik untuk mendongkrak popularitas partai maupun menjatuhkan lawan politiknya. Ujang beranggapan, isu agama atau SARA memang sengaja dikelola karena tetap ada hingga sekarang dalam politik.

“Jadi dia akan besar ketika dibesarkan, dia akan mengecil ketika dikecilkan. Isu agama ini isu yang dikelola dan akan selalu ada karena masyarakat sangat sensitif dan akan sangat terpengaruh dengan isu agama,” tegasnya lagi.

Bukan hanya isu SARA, hoaks juga sering diproduksi oleh tim siber partai politik. Hoaks yang dipublikasikan sering lolos dari jerat hukum karena tidak ditemukan unsur pidana atau pelaporan dari masyarakat.

Ujang menilai, kampanye dari kader partai politik di media sosial sering keliru. Namun, hal ini tidak bisa dipidana karena tak ada laporan masyarakat. Isinya bukan hoaks yang menjatuhkan, tapi yang mendongkrak nama kader yang bersangkutan.

“Mereka bisa melakukan apa saja termasuk hoaks 'membangun',” kata Ujang lagi. “Selama tidak merugikan atau memfitnah, sebetulnya kebohongan dalam konteks politik itu masih dianggap wajar.”

Peran partai dalam pendidikan politik juga dirasa tidak maksimal. Pernyataan Ujang didasari pada banyaknya informasi hoaks yang semakin marak dan masyarakat yang saling adu argumen tanpa dasar di media sosial.

“[Memang] Tidak akan pernah selesai karena bagaimanapun mereka [parpol] lembaga institusi yang tujuannya merebut kekuasaan. Kalau bicara parpol itu bicara kepentingan. Inilah yang sebenarnya tidak akan bisa memaksimalkan pendidikan politik bagi warga masyarakat,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari