tirto.id - Penerimaan perpajakan tahun 2021 diprediksi akan mengalami penurunan dari target yang ditetapkan pemerintah. Dalam Pasal 41 ayat (2) RUU APBN 2021, tertulis pemerintah akan berupaya menjaganya agar penurunan sekurang-kurangnya 30 persen dari target penerimaan perpajakan.
“Penurunan penerimaan perpajakan paling sedikit 30 persen dari pagu yang telah ditetapkan,” ucap Ketua Badan Anggaran DPR RI Fraksi PDIP Said Abdullah saat membacakan RUU APBN 2021 dalam rapat Banggar dan pemerintah, Jumat (25/9/2020).
Sesudah membacakan ayat itu, Said pun mengungkapkan kekesalannya, “Duh kebangetan ini Dirjen Pajak. Kalau shortfall 30 persen.”
Ketentuan pada Pasal 41 ayat (2) ini merupakan konsekuensi dari penjelasan Pasal 41 ayat (1) RUU APBN 2021. Dalam Pasal 41 ayat (1) tertulis sejumlah antisipasi bilamana adanya sejumlah kejadian yang tak terduga di tahun 2021 nanti baik itu akibat COVID-19 maupun ketidakpastian.
Misalnya perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan sebagai acuan APBN 2021, perubahan pokok kebijakan fiskal, keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antara organisasi dan/atau program, dan/atau keadaan yang menyebabkan Sisa Anggaran Lebih (SAL) tahun sebelumnya harus digunakan.
Adapun dalam postur sementara APBN 2021 yang dipaparkan Kemenkeu kepada Banggar DPR RI, Senin (14/9/2020), pagu penerimaan perpajakkan (Pajak + Bea Cukai) ditetapkan senilai Rp1.444 triliun. Jika terjadi penurunan realisasi penerimaan 30 persen dari pagu, maka penerimaan perpajakkan 2021 bisa hanya mencapai Rp1.010,8 triliun.
Jika persentase yang sama diterapkan pada penerimaan pajak postur sementara RAPBN 2021 senilai Rp1.229,6 triliun, maka ada potensi shortfall senilai Rp368,88 triliun.
Angka ini relatif lebih besar dari shortfall tahun 2019 senilai Rp245,5 triliun atau setara 15,6 persen dari pagu. Waktu itu penerimaan pajak hanya mencapai Rp1.332,1 triliun sekitar 84,4 persen dari target Rp1.577,6 triliun.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz