tirto.id - Pemilik modal diduga memiliki akses pada lingkaran penguasa, sehingga bisa mengusulkan proyek pembangunan hingga memasukkan rencana yang menguntungkannya dalam rencana pembangunan nasional.
Peneliti dan pendiri Sekolah Ekonomi Demokrasi (SED), Hendro Sangkoyo (Yoyok) menilai pemilik modal paling banyak menikmati manfaat infrastruktur yang dibangun pemerintah.
Ia menduga, pemilik modal dapat mengusulkan infrastruktur sesuai dengan kepentingannya. Bahkan punya akses untuk memasukannya dalam perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Infrastruktur dibangun untuk melayani financial extraction bisa berlangsung baik. Mereka bisa mengusulkan infrastruktur yang diinginkan. Bahkan melakukan feasibility study sendiri,” ucap Yoyok dalam diskusi ‘Membedah Debat Pilpres 2019 Seri ke-2 : Evaluasi dan Proyeksi Kebijakan’ di gedung Widya Graha, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Senin (18/2/2019).
Yoyok juga menduga, akses pemilik modal ke lingkaran penguasa dapat terjadi lantaran proses birokrasi rawan dikooptasi yang menjadikan negara berada dalam posisi mengutamakan aspirasi korporasi.
Ia mencontohkan adanya proses pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang terlebih dahulu harus dikonsultasikan ke lembaga asing. Seperti misalnya Green Growth Knowledge Platform (GGKP) yang menjadi lembaga konsultan internasional yang bergerak di bidang perencanaan.
“Sudah di-taken over [pemilik modal]. Proses-proses publik diprivatisasi. Kalau buat RPJMD harus mohon restu dari GGKP,” ucap Yoyok.
Namun, dalam prosesnya, Yoyok menuturkan hasil konsultasi perencaan itu lebih banyak mengakomodir kepentingan korporasi.
Ia juga menuding terdapat peran korporasi yang menunggangi lembaga-lembaga internasional itu untuk mengambil alih perencaan hingga pembuatan hukum suatu negara. Dia mengistilahkan kondisi tersebut sebagai lex mercatoria atau rezim hukum untuk membela kepentingan dagang.
Hal ini, kata dia, dianggap berlaku juga pada proses-proses perizinan yang diberikan negara. Kendati diklaim telah memiliki sistem perizinan terpadu, bebas suap, dan cepat karena berbasis daring, tetap kental kepentingan korporasi.
“Lalu rezim apa ini? Rezim produksi perizinan investasi,” ucap Yoyok.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali