tirto.id - Perkumpulan Prakarsa mencatat DKI Jakarta memiliki persoalan gizi balita yang cukup tinggi dibanding daerah lainnya.
Hal ini diketahui melalui pengukuran indikator kemiskinan multidimensi (IKM) pada kategori asupan gizi balita yang nilainya mencapai 53 persen dari total penduduk miskin DKI Jakarta. Di sisi lain, tingkat kemiskinan multidimensi rendah yakni 2,17 persen.
"Kota Jakarta ternyata miskin di gizi meskipun angka kemiskinan kumulatifnya rendah," ucap peneliti Prakarsa, Rahmanda M. Thariq dalam diskusi bertajuk 'Jelang Debat Pemungkas Pemilihan Presiden 2019', di Madame Delima, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Dalam penelitiannya, Prakarsa mendefinisikan persoalan asupan gizi balita sebagai kecukupan gizi yang diterima oleh anak dalam tiga kelompok umur. Mulai dari 0-1 tahun, 1-3 tahun, dan 3-5 tahun.
Kondisi ini, kata dia, sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan wajah Jakarta yang dikenal kebanyakan orang sebagai kota maju.
Peneliti Perkumpulan Prakarsa, Dwi Rahayu Ningrum, mengatakan, riset ini menggunakan 8 indikator yang dianggap mencerminkan kondisi kehidupan seseorang.
Indikator ini terdiri atas sanitasi, air minum layak, asupan gizi balita, keikusertaan pendidikan pra sekolah, keberlanjutan sekolah, sumber penerangan, bahan bakar memasak, dan kondisi tempat tinggal.
Selain itu, lanjut dia, metode perhitugannya berbeda dengan kemiskinan moneter yang biasa dihitung berdasarkan kemampuan konsumsi atau kebutuhan dasar masyarakat.
Sebab, kata Dwi, metode yang biasa digunakan oleh BPS ini memandang kemiskinan sebagai mereka yang hanya memiliki rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan (GK).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali