tirto.id - Peneliti CyrusNetwork Hasan Nasbi menilai, di tengah rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik (Parpol), calon perseorangan dapat menjadi rekan tanding dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Calon perseorangan bisa menjadi sparring partner (rekan tanding) bagi parpol. Dengan adanya calon independen, maka bisa menjadi koreksi atas pertanyaan mengapa kepercayaan publik terhadap parpol rendah," kata Hasan dalam diskusi publik bertema “Jalur Perseorangan Penguatan Demokrasi atau Deparpolisasi” yang diselenggarakan MMD Initiative di Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Menurut Hasan, isu deparpolisasi yang baru muncul sekitar satu pekan terakhir ini hanyalah kepanikan salah satu partai saja, dan menurutnya, itu pun hanya asal bicara. "Karena ada calon yang diyakini maju melalui partai itu, tetapi malah memilih jalur independen. Sehingga panik dan jadi asal bicara," ujar Hasan.
Selanjutnya, kata dia, perilaku partai politik juga sama seperti BUMN yang hanya meminta perlindungan kepada negara ketika mengalami kekalahan. "Kalau parpol ketika merasa kalah jadi merevisi Undang-Undang (UU) Pilkada (syarat calon perseorangan). Demi satu calon, ribuan pilkada mendatang dikorbankan," lanjut Hasan.
Tidak hanya itu, Hasan juga memandang, banyak dari peraturan perundang-undangan ditetapkan hanya bertujuan untuk menjegal satu orang saja, ia mencontohkan, misalnya aturan kesehatan yang menjegal mantan Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid dan aturan sarjana yang menjegal Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.
"Jadi aturan-aturan untuk mengganjal satu orang dan mengorbankan orang banyak," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon membenarkan isu yang beredar akhir-akhir ini mengenai pengusungan calon kepala daerah oleh partai politik yang membutuhkan dana.
Namun, Fadli membantah jika dana yang dikeluarkan berjumlah fantastis, seperti yang dibicarakan selama ini. "Kenapa dana diperlukan karena mereka (partai) harus berjuang untuk aksi, kampanye dan lain-lain. Kalau disebut mahar politik dengan jumlah fantastis itu tidak ada, dulu Gerindra usung pak Jokowi dan Ahok di Jakarta tanpa mahar," ujar Fadli. (ANT)