tirto.id - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan akan melibatkan aparat kepolisian dalam segi keamanan ketika menerapkan kebijakan untuk siswa sekolah jam lima pagi.
Sebab menurutnya, faktor keamanan saat ini menjadi kendala umum ketika menerapkan kebijakan tersebut.
Hal tersebut menanggapi pernyataan Ketua Sinode GMIT Pdt Dr. Merry Kolimon tentang sekolah jam 5 pagi saat memberikan sambutan pada acara pembukaan persidangan Majelis Sinode GMIT ke-50 di Aula GMIT Center Kupang.
"Karena itu kendalanya nanti kendala umum, keamanan, [Kami] bekerjasama dengan kepolisian. Kita bisa tahu ternyata kita punya kekurangan di situ, maka evaluasi ini cukup baik untuk kita lakukan evaluasi," kata Viktor dalam video yang diunggah di akun Instagram @viktorbungtilulaiskodat, dikutip Rabu (1/3/2023).
Viktor mengakui NTT memiliki sejumlah kekurangan seperti infrastruktur, sumber daya, dan sebagainya. Namun perihal keuangan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT memiliki anggaran yang besar untuk dunia pendidikan.
Pemprov NTT menganggarkan dana alokasi umum (DAU) sebesar 50% untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud). Yang nantinya, anggaran tersebut untuk menunjang kebijakan masuk jam 5 pagi untuk dua sekolah di Kupang NTT: SMAN 1 Kupang dan SMAN 6 Kupang.
"[DAU] Yang diarahkan kita menyentuh 49-50%, itu anggaran ada di dinas pendidikan dan kebudayaan. Maka untuk kita menjawab yang sebanyak itu ada desain khusus," ujarnya.
Politikus Partai NasDem itu menyatakan, kebijakan sekolah masuk jam 5 pagi harus berjalan terus meskipun ketika dirinya tak lagi menjadi Gubernur NTT. Masa jabatan Viktor sebagai Gubernur NTT akan berakhir pada September 2023 mendatang.
"Karena itu saya tidak akan mundur. Nanti kalau sudah tidak jadi gubernur, pengganti saya tak muncul, tapi saya menyatakan ini penting melatih mereka untuk mereka tes di mana pun berada," tegasnya.
Lebih lanjut, ia tak mempermasalahkan jika keputusan yang diambilnya ini menuai pro dan kontra. Sebab, kata dia, tidak ada perubahan di dunia ini yang tak ada pro dan kontra. Kebijakan ini, lanjut dia, masih dalam tahap coba dan memperbaiki atau try and fix it.
"Bergereja, berpemerintahan, itu sama try and fix it. Bukankah kalau ini kesempurnaan datang karena kita latihan? Apakah ada seseorang yang datang lalu mereka sangat sempurna? Karena itu try and fix it untuk menemukan kekurangan-kekurangan kita dan kita memperbaikinya secara cepat," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri