tirto.id -
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi/DTKTE) Provinsi DKI Jakarta Hari Nugroho menyadari, perubahan iklim berdampak signifikan bagi kota ini. Jakarta menghadapi berbagai tantangan yang terkait dengan perubahan iklim, seperti peningkatan suhu, hujan ekstrem, serta kenaikan permukaan air laut.
"Dampak ini menyebabkan berbagai masalah seperti banjir yang lebih sering dan parah, peningkatan polusi udara, dan masalah kesehatan masyarakat," ucap Hari kepada Tirto, Rabu (6/11/2024).
Pemprov DKI Jakarta sudah mengupayakan aksi iklim, baik mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim, sejak 2007. Sejak saat itu, Mitigasi Aksi Bencana Iklim (MABI) menjadi salah satu program strategis di Pemprov DKI Jakarta. Program ini diampu seluruh Perangkat Daerah Pemprov DKI Jakarta, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perhubungan (Dishub), dan lain-lain.
Khusus di sektor energi, langkah konkret Pemprov DKI Jakarta adalah dengan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Ini dilakukan melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), penggunaan lampu jalan umum dengan LED (Light Emitting Dode), serta audit energi.
PLTS banyak manfaatnya untuk membantu kehidupan manusia. Salah satunya menyediakan energi listrik yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Jenis panel surya ada 1 kWp, 2 kWp, 4 kWp, dan sebagainya.
PLTS mampu mengolah panas matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik. Listrik ini yang kemudian bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari serta menyalakan peralatan elektronik dan lain-lain.
"Sehingga, pada siang hari, kebutuhan listrik sebagian atau sepenuhnya dipasok dari PLTS. Kemudian, malam harinya, memanfaatkan listrik PLN. Dengan sistem ini, maka akan terjadi pengurangan tagihan listrik dari PLN," kata Hari.
Di luar itu, tujuan utama pembangunan PLTS, khususnya di sekolah-sekolah dan gedung-gedung di Jakarta, adalah untuk menghasilkan listrik bersih. Ini diperoleh dari salah satu sumber energi terbarukan, yaitu sinar matahari.
Penggunaan PLTS Rooftop tentu akan bermanfaat, seperti pengurangan polusi udara dan emisi gas rumah kaca, efisiensi energi bangunan, serta penghematan biaya energi.
"Meskipun biaya awalnya tinggi, penghematan tagihan listrik dalam jangka panjang tentunya akan memberikan keuntungan bagi pemilik PLTS," ujar Hari.
Pembangunan PLTS di Jakarta sudah mencapai kapasitas sekitar 28,1 MW hingga 2023. Di gedung pemerintah, kapasitas PLTS yang dibangun sebesar 3,8 MW. Lokasi pembangunan ini tersebar di seluruh wilayah administrasi Jakarta, terutama gedung yang memiliki akses publik, seperti RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah), Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), sekolah, serta GOR (Gelanggang Olah Raga), untuk dapat menginformasikan pembangunan energi baru terbarukan.
"Sampai 2023, berkat pembangunan PLTS Rooftop, pengurangan emisi sebesar 22 ton CO2,” tutur Hari.
Sementara, untuk tahun ini, yang dilakukan DTKE untuk bangunan pemerintah sebanyak 220 kWp di delapan lokasi, dengan sistem on grid. Sebuah sistem pembangkit listrik tenaga surya yang terhubung langsung ke jaringan listrik utama atau grid. “Sesuai dengan Permen ESDM *Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) Nomor 2 Tahun 2024, tidak ada proses ekspor impor daya/jual beli ke grid PLN,” papar Hari.
Lebih lanjut ia menyatakan, target pembangunan PLTS DKI Jakarta mencapai 200 MW pada t2050 mendatang. Hal ini diharapkan akan meningkatkan bauran energi terbarukan di Jakarta.
Pembangunan PLTS, sambung Hari, menjadi salah satu aksi iklim yang akan mendukung pencapain target pengurangan emisi karbon di Jakarta sebesar 30 persen pada 2030 dan net-zero pada 2050, seperti yang ditargetkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021.
Pembangunan PLTS Harus Dilakukan Secara Masif
Pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengemukakan, penggunaan PLTS Rooftop oleh Pemprov DKI Jakarta harus dilakukan secara masif. Sebab pemanfaatan PLTS dapat mengurangi udara kotor di Jakarta.
“Tapi, apapun hasilnya, upaya itu sudah on the track dilakukan dan harus didorong secara terus-menerus, sehingga secara masif itu digunakan oleh masyarakat Jakarta, termasuk beberapa perusahaan,” paparnya saat dihubungi Tirto, Rabu (6/11/2024).
Fahmy menambahkan, untuk mendorong penggunaan PLTS secara masif, Pemprov DKI Jakarta harus mendorong penurunan biaya investasi pemasangan. Karena biaya investasi yang dikeluarkan untuk pemasangan PLTS tidak murah.
“Karena hampir sebagian besar komponennya impor. Kalau masalahnya itu, Pemerintah DKI cukup mendorong penurunan biaya investasi,” urainya.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat, lanjut Fahmy, juga dapat melakukan intervensi untuk mendukung program tersebut. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian dapat mendorong produksi komponen-komponen PLTS di dalam negeri, sehingga harganya dapat lebih terjangkau.
“Atau bisa juga wajibkan kantor-kantor yang ada di bawah Pemprov DKI untuk gunakan PLTS Rooftop tadi. Tapi, kalau penggunaan secara masif itu perlu dilakukan Pemerintah Pusat,” ungkapnya.
Untuk mengajak masyarakat agar mau memasang PLTS Rooftop di bangunan kantor atau rumah, Pemprov DKI Jakarta aktif melakukan sosialisasi terkait energi baru terbarukan, khususnya PLTS. Kegiatan sosialisasi ini sesuai dengan sejumlah regulasi, seperti Undang-Undang (UU) No. 30 Tahun 2007 tentang Energi; UU No. 30 Tahun 2009 tentang Energi Kelistrikan; Peraturan Menteri (Permen) No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional; serta Permen No. 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi.
Saat ini Pemprov DKI juga tengah menyusun aturan penghematan energi dan air. Salah satunya dengan rekomendasi untuk pemanfaatan PLTS Rooftop. “Saat ini langkah yang dilakukan Pemprov DKI yaitu melakukan sosialisasi terkait energi baru terbarukan, khususnya PLTS,” tutup Hari.
Baru-baru ini, Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Sudin Nakertransgi) Jakarta Pusat juga aktif menyosialisasikan program konservasi serta efisiensi energi melalui pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kepada 200 pengelola gedung. Konservasi energi dengan memanfaatkan PLTS ini pun sejalan dengan upaya mewujudkan Jakarta sebagai Top 20 Global City.
Wali Kota Jakarta Pusat Dhany Sukma mengutarakan, pemanfaatan PLTS sebagai konversi energi bila dimanfaatkan secara masif akan berdampak signifikan terhadap pengurangan emisi karbon. Menurutnya, Jakarta Pusat merupakan kawasan yang banyak terdapat gedung tinggi dan ideal dijadikan pilot project pemanfaatan PLTS atap gedung. Kemudian, beberapa sekolah di Jakarta Pusat telah memanfaatkan pula PLTS sebagai sumber energi listrik mereka.
"Kebijakan perizinan nantinya kita akan mendorong setiap gedung memiliki PLTS. Sejumlah Perangkat Daerah telah kita sosialisasikan penerapan PLTS," pungkasnya dikutip dalam keterangan persnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin