tirto.id - Akademikus Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi memperkirakan tak akan ada banyak aktivitas ekonomi dan bisnis muncul di ibu kota baru.
Hal ini membuat ia meragukan dampak berupa pemerataan pembangunan dan kemunculan sumber pertumbuhan baru, yang diharapkan muncul dari pemindahan lokasi ibu kota negara, bisa terwujud.
Fithra berpendapat demikian karena merujuk pada pengalaman Australia yang memindahkan lokasi pusat pemerintahan dari Melbourne ke Canberra. Keputusan itu, kata dia, ternyata tidak turut membuat aktivitas ekonomi turut berpindah.
“Begitu berkunjung ke Canberra sangat sepi. Jadi toko tutup jam 4-5 sore. Yang ke sana pasti hanya PNS saja. Sementara aktivitas bisnisnya tidak terlalu kentara,” kata dia saat dihubungi tirto, Selasa (30/4/2019).
Dia menambahkan, untuk konteks Indonesia saat ini, pembangunan ibu kota baru juga bisa memecah fokus pemerintah yang masih perlu mendorong pemerataan infrastruktur. Akibatnya, pembangunan yang dihasilkan bisa tidak optimal untuk mendukung penciptaan pusat ekonomi baru.
“Ini akan cenderung mengalihkan fokus [pemerintah] kemarin [pembangunan infrastruktur]," kata Fithra.
"Kan sudah ada staging setelah infrastruktur, yang mana [meski] infrastruktur sepertinya masih akan menjadi arah kebijakan periode ke-2 [pemerintahan Jokowi] juga, tapi akan banyak yang disedot ke investasi di sektor SDM [Sumber Daya Manusia]," tambah dia.
Oleh karena itu, dia mengingatkan pemerintah perlu menyusun rencana matang dalam pemindahan ibu kota negara agar kebijakan ini tak malah menciptakan masalah baru.
“Yang dikhawatirkan pemerintah akan kehilangan fokus,” ujar dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Addi M Idhom