tirto.id - Asisten Deputi Bidang Perkebunan dan Holtikultura Kementerian Perekonomian Willistra Danny menyebutkan, masih adanya persoalan di sektor hulu membuat impor kakao belum bisa dikurangi.
Namun ia memastikan, jika produksinya semakin meningkat, maka impor akan dapat berkurang. Pemerintah, lanjutnya, masih terus berupaya melakukan penataan terkait impor kakao.
“Kalau produksi di hulu meningkat, ketergantungan impor kita bisa dikurangi,” ucap Willistra kepada wartawan di Gedung Menko Perekonomian pada Rabu (16/1/2019).
Willistra meyakini jika impor kakao bisa dikurangi. Pasalnya, kata dia, produksi kakao Indonesia memiliki potensi yang mampu memenuhi kebutuhan domesti k.
“Kita punya potensi (produksi) yang cukup di hulu, tapi kenapa kok masih impor?” ucapnya.
Lebih lanjutnya, Willistra menjelaskan meskipun masih baru berupa potensi, ia mengklaim bahwa hal itu dapat direalisasikan.
Selain itu, ia yang baru saja menghadiri rapat koordinasi terbatas menjelaskan, potensi produksi ini tidak hanya ditujukan untuk mengurangi impor. Dia mencanangkan bila telah dibenahi, Indonesia tentu akan mampu melakukan peningkatan ekspor kakao.
Dalam rapat koordinasi itu, Willy juga mengatakan masih akan dilakukan pertemuan selanjutnya. Sebabnya, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang tidak hadir.
Namun di rapat selanjutnya, kata Willistra, Menko Perekonomian telah menginstruksikan agar paling tidak pejabat eselon 1 harus hadir sehingga tetap dapat mengambil keputusan.
Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia Soetanto Abdoellah pada Februari 2018 lalu sempat mengungkapkan bahwa impor kakao Indonesia pada 2017 mencapai 200 ribu ton. Padahal sebelumnya, ia menilai Indonesia rata-rata impornya hanya 60 ribu ton per tahun.
Pada tahun 2017, dari kebutuhan industri sebanyak 800 ribu ton kakao, produksi nasional hanya tercatat mampu memproduksi 400 ribu ton kakao.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno