tirto.id - Pemerintah tengah mempercepat regulasi perlindungan anak di ranah digital, yang di dalamnya termasuk kajian pembatasan usia dalam penggunaan media sosial. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menegaskan aturan ini bertujuan mengurangi paparan konten berbahaya bagi anak-anak. Sesuai mandat langsung dari Presiden Prabowo Subianto, regulasi ini ditargetkan rampung dalam satu hingga dua bulan.
“Kita tidak bisa membiarkan anak-anak tumbuh dalam lingkungan digital yang penuh ancaman. Pemerintah hadir untuk memastikan mereka terlindungi. Tim ini akan bekerja memperkuat regulasi, meningkatkan pengawasan, serta menindak tegas konten berbahaya agar anak-anak Indonesia bisa berinternet dengan aman,” ujar Meutya di Jakarta, Minggu (2/1/2025).
Salah satu aspek yang dikaji dalam regulasi berkaitan dengan pembatasan usia khusus bagi anak-anak dalam penggunaan media sosial. Hal ini sebagai langkah untuk mengurangi paparan terhadap konten berbahaya.
Menkomdigi menekankan bahwa keamanan digital bagi generasi muda bukan sekadar kebijakan, tetapi prioritas nasional.
Seiring dengan upaya pembentukan regulasi tersebut, Komdigi membentuk Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital. Tim ini akan berkoordinasi dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, serta Menteri Kesehatan untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif.
“Seluruh menteri yang terlibat memiliki semangat yang sama dengan Presiden untuk mempercepat perlindungan anak-anak di dunia digital. Tim ini terdiri dari perwakilan pemerintah, akademisi, praktisi, dan LSM anak,” tambah Meutya.
Menkomdigi menegaskan bahwa regulasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan literasi digital bagi anak-anak serta orang tua, tetapi juga memastikan adanya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku dan penyebar konten berbahaya.
Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital akan bekerja dengan tiga fokus utama. Pertama, memperkuat aturan dan mekanisme pengawasan terhadap platform digital yang menyediakan akses bagi anak-anak. Kedua, meningkatkan literasi digital bagi anak dan orang tua agar mereka lebih sadar akan risiko di dunia maya. Ketiga, menindak tegas pelaku dan penyebar konten berbahaya yang mengancam keselamatan anak-anak.
"Pemerintah memastikan bahwa anak-anak harus aman. Dunia digital harus menjadi ruang belajar, bukan ancaman," ujar Meutya.
Dalam paparannya, dia juga mengungkap berbagai ancaman yang mengintai anak-anak di dunia digital, mulai dari judi online, pornografi, perundungan siber, hingga kekerasan seksual. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 mencatat bahwa 89 persen anak usia lima tahun ke atas menggunakan internet hanya untuk mengakses media sosial, sehingga meningkatkan risiko terpapar konten berbahaya.
Hal ini juga tercermin dari data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), yang mencatat bahwa dalam empat tahun terakhir, kasus konten pornografi anak di Indonesia mencapai 5,57 juta kasus. Jumlah ini merupakan yang terbanyak keempat di dunia dan kedua di Asia Tenggara.
Dengan percepatan regulasi ini, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi anak-anak Indonesia dan memastikan bahwa dunia maya menjadi tempat belajar dan berkembang.
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Farida Susanty