tirto.id - Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo membenarkan adanya opsi dana talangan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak Rp13-15 trliiun untuk menangani kasus gagal bayar Jiwasraya. Opsi ini katanya masih diperhitungkan bersama dua opsi lainnya yang sedang diupayakan pemerintah.
“Itu baru opsi-opsi. Kemarin kan, kami ada Focus Group Discussion (FGD), makanya masih opsi-opsi. Kami belum putuskan karena ini butuh koordinasi dengan Komisi XI dan persetujuan OJK serta Menkeu,” ucap Kartika kepada wartawan usai rapat tertutup bersama Komisi VI di DPR RI, Selasa (25/2/2020).
Selain opsi dana talangan, pemerintah tengah mencoba pembentukan anak usaha PT Jiwasraya bernama PT Jiwasraya Putra atau disebut opsi bail in. Nantinya, anak usaha ini diproyeksikan bisa menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan perusahaan membayar kewajiban kepada nasabah.
Lalu opsi penyehatan Jiwasraya juga mencakup pembentukan holding asuransi. Nantinya ada instrumen keuangan yang akan dibeli oleh holding dari Jiwasraya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Aria Bima mengaku belum dapat berkomentar terkait opsi dana talangan senilai Rp13-15 triliun ini. Ia juga enggan menjawab bilamana rapat tertutup pada Selasa (25/2) siang juga membahas opsi dana talangan. Namun, ia membenarkan kalau rapat itu masih membahas penyelamatan Jiwasraya.
Ia mengatakan pemerintah dan DPR sudah mencatat setidaknya ada sejumlah opsi seperti PMN, holdingisasi, sampai privatisasi. Ia bilang tak semua opsi itu harus dilaksanakan. Teruntuk PMN ia memastikan belum ada keputusan terkait opsi ini.
Namun, ia membenarkan bila penyelamatan Jiwasraya akan membutuhkan dana yang besar, bahkan mungkin lebih dari Rp18 triliun.
“Belum, belum ada itu. Rp15 Triliun, Rp10 Triliun, Rp5 Triliun belum ada. Belum ada keputusan sama sekali,” ucap Aria kepada wartawan usai rapat tertutup bersama Komisi VI di DPR RI, Selasa (25/2/2020).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan opsi-opsi yang ada bisa jadi tidak terlalu berbeda satu dengan yang lain. Ia bilang tantangan terbesar saat ini adalah meyakinkan DPR dan pihak lainnya agar masalah ini bisa diselesaikan.
Menurutnya, meski proses hukum masih berlangsung di Kejaksaan Agung dan penyitaan aset masih berlangsung, hal itu tidak bisa menjadi alasan untuk mengulur hak nasabah karena ini berurusan dengan kepercayaan industri asuransi.
“Bail in, bail out menurut saya sama saja. Karena pemerintah juga dan ujung-ujungnya pemerintah keluar duit. Ini tidak boleh sampai bergulir jadi politik karena uang pemerintah jadi sorotan banyak pihak,” ucap Piter saat dihubungi Tirto, Selasa (25/2/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti