tirto.id - Pemerintah Australia memulangkan delapan anak dari dua warga Australia yang bergabung dengan ISIS di Suriah. Hal tersebut disampaikan Perdana Menteri Australia, Scott Morrison pada Senin (24/6/2019), Aljazeera melaporkan.
Ini merupakan pertama kalinya bagi Australia melakukan repatriasi (pemulangan kembali orang ke tanah airnya) dari daerah konflik. Morrison mengatakan, delapan anak tersebut berada di bawah naungan pemerintah Australia, tetapi ia tidak mengungkapkan identitas atau kapan mereka akan tiba di Australia.
Lima di antara anak-anak itu diduga anak cucu anggota ISIS dari Sidney, Khaled Sharrouf, sedangkan tiga anak lainnya merupakan keturunan Yasin Rizvic, yang berasal dari Melbourne. Sharrouf dan Rizvic beserta istri diduga telah tewas.
“Saat ini kesempatan bagi anak-anak muda ini untuk kembali ke Australia, mereka tidak bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan orang tuanya,” ujar Morrison.
“Mereka menjalani hidup yang sulit karena mengikuti orang tuanya dan mereka akan menemukan rumah di Australia. Saya yakin seluruh Australia akan memeluk mereka dan sebagai hasilnya, mereka menjalani hidup yang positif dan bahagia,” lanjutnya, seperti dikutip Aljazeera.
The Guardian mewartakan, kedelapan anak tersebut telah menyeberang ke Irak pada Minggu sore. Untuk alasan keamanan, detail wilayah geografik tidak disebutkan.
Salah seorang putri Sharrouf, Zaynab yang kini berusia 17 tahun sedang mengandung dan memiliki masalah kesehatan. Zaynab sudah memiliki 2 anak, Hoda dan Hamzeh yang keduanya berusia di bawah 10 tahun. Mereka akan dipulangkan ke nenek dari pihak ibu mereka, Karen Nettleton.
Delapan anak tersebut akan segera menuju Australia, tetapi anak cucu Sharrouf ditunda karena menunggu kelahiran bayi Zaynab. Mereka telah melalui cek keamanan dan kelayakan, serta beberapa elemen pendukung seperti perawatan psikologis untuk mempersiapkan kepulangan.
Perdana Menteri Morrison menyebut keputusan repatriasi delapan anak ini tidak mudah.
“Seperti yang saya bilang sebelumnya, pemerintah tidak akan membiarkan warga Australia dalam risiko. Fakta orang tua membawa anak-anaknya ke medan perang adalah perbuatan keji. Namun, anak-anak seharusnya tidak dihukum karena kejahatan orang tua mereka,” kata Morrison, seperti dikutip The Guardian.
Sharrouf dan istrinya, Tara Nettleton membawa kelima anaknya ke Suriah pada 2014. Nettleton meninggal karena sakit dan Sharrouf tewas pada 2017 di medan perang.
Rizvic, yang berasal dari Melbourne terbunuh pada 2016. Istrinya Bacha dan anaknya terpisah. Mereka menyisakan anak-anak di bawah usia 12 tahun. Dua keluarga tersebut menetap di al-Hawl usai kekalahan pasukan ISIS dari tentara SDF (pasukan gabungan tentara AS dan Kurdish) di kantong terakhir Suriah Maret lalu.
Mereka bersama keluarga lainnya dari berbagai negara menunggu kepastian repatriasi dari negara masing-masing. Diplomat Australia di Baghdad, Joh Philips menemui pemerintah Kurdish di Timur Laut Suriah pada Sabtu (22/6/2019) untuk membicarakan kepulangan warganya.
Masih ada sekitar 50 anak dan wanita Australia lainnya di kamp Timur Laut Suriah, termasuk yang sakit dan terluka, menurut CNN. Organisasi non-profit yang bekerja di kamp-kamp di Suriah, Save the Children menyarankan negara-negara untuk merepatriasi anak-anak lainnya.
“Mereka korban tak bersalah dan mereka sangat ingin dipertemukan kembali dengan keluarganya di Australia. Masa kecil anak-anak ini terenggut, mereka menghadapi kengerian kekejaman yang sulit dibayangkan,” kata Paul Ronalds, kepala eksekutif Save The Children.
Negara-negara di dunia sedang mempertimbangkan bagaimana menangani warganya yang hendak kembali setelah bergabung dengan ISIS.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Dipna Videlia Putsanra