tirto.id - Utsman Mustofa Mahdamy, ahli IT dari Solo, Jawa Tengah, mengaku menyesal telah bergabung ke ISIS--yang menurutnya merupakan kesalahan terbesar dalam hidup. Ia lantas berharap pemerintah mau membantunya pulang.
Jika diizinkan kembali, dia siap bekerja sama dengan pemerintah untuk membongkar jaringan ISIS dan teroris lain meski itu dilakukan dari balik jeruji.
Harapan dan janji itu dia sampaikan dalam surat untuk keluarga bertanggal 25 Februari 2018--dan tak pernah dibalas.
“Aku minta tolong untuk Baba (ayahnya yang sudah meninggal) agar menghubungi kedutaan dan Kementerian Luar Negeri, atau pihak yang berwenang dari pemerintah Indonesia agar mereka membantu memulangkan aku dan keluargaku.
Dan aku siap menjalani hukuman atas kesalahanku. Dan aku siap bekerja sama dengan pemerintah Indonesia... Aku berharap masih bisa kembali ke Indonesia dan bertemu lagi Baba dan semuanya. Walaupun semua itu dari balik jeruji penjara Indonesia.
Jangan lupa doakan kami. Aku tunggu balasan surat ini."
(Profil lengkap Utsman bisa dibaca di tautan berikut).
Berguna
Membuat bekas teroris berguna untuk memberantas terorisme itu sendiri memang bukan hal mustahil. Setidaknya terpidana hukuman seumur hidup kasus Bom Bali 2002, Ali Imron, membuktikannya. Dia bisa membuat Iswanto alias Isy Kariman alias Zaim, bekas komandan mujahid di Poso, akhirnya tobat.
Ali bilang ke Iswanto kalau apa yang dia lakukan selama ini salah lewat sepucuk surat. Iswanto kini jadi guru.
Ali Imron juga berkali-kali jadi narasumber terkait terorisme. Pada 2016 lalu dia bahkan mengajukan permintaan khusus ke Luhut Binsar Panjaitan (ketika menjabat Menko Polhukam), agar bisa berperan penuh menyadarkan para teroris.
Ada lagi nama Ali Fauzi Manzi, adik Ali Imron. Dia mendirikan Lingkar Perdamaian untuk menangkal paham-paham ekstrem. Lembaga ini juga mendidik anak, janda, serta istri yang masih punya hubungan dengan teroris.
Karena sudah ada presedennya, menurut Direktur Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, niat Utsman untuk pulang dan bekerja sama dengan pemerintah memang patut dipertimbangkan.
Dia bilang Utsman adalah orang yang punya kemampuan khusus dan sebetulnya bisa bermanfaat untuk masyarakat, tapi saat ini ada di ‘jalan yang salah’. Karena ada di jalan yang salah itu maka negara harus mendidik ulang mereka.
“Negara melalui instrumen yang ada harus punya blueprint strategi yang tepat untuk mengelola persoalan itu semua,” tutur Harits kepada reporter Tirto, Kamis (16/5/2019) kemarin. Harits bilang semestinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berperan besar dalam proses deradikalisasi ini.
Tidak Mudah
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Muhammad Iqbal mengaku kalau dia “menyambut baik” keinginan Utsman untuk kembali dan membantu pemerintah. Tanpa menyebut angka, dia bilang “sudah banyak [eks teroris] yang membantu kami” setelah sebelumnya lulus dari program deradikalisasi.
Meski demikian dia bilang mengembalikan eks ISIS tak segampang membalikkan telapak tangan.
“Prinsipnya kami menyambut baik semua warga negara, mantan penjahat, teroris, yang ingin kembali ke jalan yang benar. Tapi kami harus cerdas menanggapi itu,” ujar Iqbal di Mabes Polri, Kamis (16/5/2019) kemarin.
“Jangan sampai ada motif-motif tertentu,” tambah bekas Wakapolda Jatim itu.
Isu kepulangan WNI yang bergabung ke ISIS mengemuka saat kelompok teror terbesar di dunia itu tumbang oleh pasukan Kurdi di Suriah.
Maret lalu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir mengatakan ada potensi menerima mereka kembali, tapi itu perlu proses yang panjang dan tak semua akan diterima kembali.
“Kami akan analisis,” katanya saat itu.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino