tirto.id - Kepolisian tengah disorot pecinta sepak bola Indonesia. Musababnya, dalam program Mata Najwa yang tayang 19 Desember lalu, Kapolri Tito Karnavian berjanji instansinya akan turut serta memberantas aksi pengaturan skor.
Tak menunggu waktu lama, dua hari setelah Tito mengatakan itu, Jumat (21/12/2018), Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri langsung memanggil lima orang yang dianggap punya pengetahuan tentang itu.
Mereka adalah Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria, Presiden Direktur PT Liga Indonesia Baru Berlington Siahaan, Manajer Madura FC Januar Herwanto, Ketua Umum Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) Richard Sambera, dan Sekretaris Jenderal BOPI Andreas Marbun.
“Kami akan meminta keterangan awal terhadap mereka berlima yang diduga memiliki informasi, mengetahui, maupun paham mekanisme dalam pertandingan sepak bola di indonesia,” kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
Lima saksi ini dipanggil untuk mendalami alat bukti yang dimiliki penyidik. Setelah itu penyidik akan memanggil pihak yang terkait langsung dengan pengaturan skor.
Sayang, Ratu Tisha dan Berlington Siahaan tidak hadir. Ratu Tisha juga tak hadir ketika diundang ke Mata Najwa.
Penyidik memeriksa Januar sejak 10.00. Ia diperiksa selama dua jam dan dicecar 12 pertanyaan. Sementara Richard Sambera dan Andreas Marbun dicecar 23 pertanyaan.
“Lebih banyak bicara soal tata kelola sepak bola Indonesia dan bagaimana pengawasan BOPI. Mereka bertanya yang umum, seperti siapa yang bertanggung jawab terhadap kompetisi, mekanisme seperti apa," ujar Richard.
Richard kemudian menjelaskan ulang apa yang ia kemukakan ke polisi. Katanya, BOPI punya mekanisme pengawasan, dan memang itulah fungsi utama mereka. Dalam melakukan pengawasan, BOPI juga menerima masukan atau aduan masyarakat. Aduan akan diproses jika memang disertai bukti-bukti.
“Itu bisa kami tindak lanjuti. Jadi jangan sebatas rumor. [Ini] berlaku untuk seluruh cabang olahraga, tidak hanya sepak bola,” tambahnya.
Meski lebih banyak soal hal-hal dasar, namun beberapa pertanyaan polisi juga mengarah ke dugaan pengaturan skor, terutama dalam laga PSS Sleman vs Madura FC. Dalam match tersebut komite eksekutif PSSI, Hidayat, disebut-sebut terlibat dalam skandal. Hidayat sendiri akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya.
Sayang Richard dan BOPI tak tahu-menahu soal itu. Dia hanya tahu jadwal pertandingan dua tim itu saja. Ia juga mengaku BOPI belum mendapat laporan masyarakat.
Satgas Anti Mafia Bola
Beberapa jam setelah memeriksa tiga orang tersebut, polisi resmi mengumumkan ke publik soal pendirian Satgas Anti-Mafia Sepakbola. Satgas ini dibentuk berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor 3678 bertanggal 22 Desember 2018.
Satgas berisikan 145 personel, dan diketuai Brigjen Pol Hendro Pandowo. Sementara wakilnya adalah Brigjen Pol Khrisna Murti. Posisi penting lain dijabat Kombes Pol Roycke Harry Langie. Dia dipilih sebagai sub satgas penegakan hukum, yang membawahi lima tim penegakan hukum lain.
“Lima tim ini yang nanti akan bekerja untuk menyelesaikan kasus,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono.
Pekerjaan Satgas yang paling awal adalah mengumpulkan data yang bersumber dari pemeriksaan saksi dan laporan masyarakat. Jika sudah terkumpul, Satgas akan membuat konstruksi hukum seperti mencari tahu apakah ada indikasi penyuapan, penipuan, atau tindak pidana pencucian uang. Ini berguna untuk mengetahui landasan hukum apa yang paling tepat yang bisa digunakan hingga kasus selesai.
Bila konstruksi hukum sudah diketahui, maka Satgas bisa melakukan penyidikan.
Posko Satgas berlokasi di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. Di sana masyarakat juga bisa turut serta melaporkan apa yang mereka tahu. Polisi juga mempersilakan masyarakat yang mengetahui soal ini melapor via nomor telepon 081387003310.
Sekjen BOPI Andreas Marbun optimis Satgas bisa melaksanakan tugasnya seperti yang diharapkan banyak orang.
“[Satgas] tidak membantu BOPI, tapi membantu seluruh cabang olahraga agar lebih baik,” katanya. “Kami juga akan berperan aktif untuk membantu,” tambahnya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino