Menuju konten utama

Pembangunan Infrastruktur Diklaim Bisa Genjot Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Arif, pembangunan infrastruktur bisa memperkuat pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan Infrastruktur Diklaim Bisa Genjot Pertumbuhan Ekonomi
Pekerja beraktivitas pada proyek pembangunan jalan tol Batang-Semarang, di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (3/8/2018). ANTARA FOTO/R. Rekotomo

tirto.id - Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta mengklaim bahwa pembangunan infrastruktur era pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla mampu menumbuhkan perekonomian Indonesia. Pasalnya, kata Arif, satu persen investasi di bidang infrastuktur saja bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 0,25 persen.

“Itu studinya begitu di berbagai negara. Jadi satu persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) itu mendorong pertumbuhan ekonomi sampai 0,25 [persen]. Maka kemudian, kenapa jadi penting infrastruktur itu sampai terselesaikan,” tegas Arif saat menghadiri diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Senin (8/10/2018)

Arif juga mengatakan, pembangunan infrastruktur ini bisa memicu gairah kegiatan ekonomi di sektor lain, salah satunya memberikan kemudahan distribusi barang dagangan. Dengan begitu, kata dia, maka investasi dari luar negeri diharapkan masuk ke Indonesia.

“Konteks mobilitas, arus barang, arus orang, kemudian mempermudahkan cost logistik. Jadi capital inflow itu jadi lebih baik,” ucapnya lagi.

Arif menegaskan pembangunan infrastruktur ini bisa mempermudah arus logistik di Indonesia. Pembangunan jalan-jalan dan jalan bebas hambatan juga dinilai mempermudah arus logistik. Dengan begitu, kata Arif, maka penggunaan bahan bakar menjadi hemat dan daya beli masyarakat ke pasar juga lebih terjaga.

Kritik terhadap pembangunan infrastruktur pernah disampaikan oleh peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara.

Menurut dia, pembangunan infrastruktur saat ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, kata Bhima, pembangunannya yang didanai melalui utang.

"Ada 40 persen utang kita dipegang oleh investor asing. Ketika terjadi pengetatan moneter global dana ditarik kembali ke AS atau ke negara maju, sehingga berujung ke melemahkan kurs rupiah," ujar Bhima kepada Tirto pada Senin (28/8/2018).

Selain itu, sebagian bahan baku dan barang modal pembangunan infrastruktur tersebut juga diambil dari impor, terutama 50 persen dari proyek-proyek pembangkit listrik, seperti besi, baja, mesin elektrik. "Itu menjadi beban berat untuk defisit neraca perdagangan dan CAD," ungkapnya.

"BUMN cari utang untuk infrastruktur, yang mengerjakan BUMN itu sendiri. Sehingga yang menikmati [untung dari] proses infrastruktur adalah BUMN. Kontraktor yang lain khususnya yang menengah kecil tidak dapat bersaing dengan BUMN," ujarnya.

Akibatnya, berdasarkan data Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) ada ribuan kontraktor mati dalam 3 tahun terakhir. Suatu hal yang anomali di tengah pemerintah gencar membangun infrastruktur.

Baca juga artikel terkait INFRASTUKTUR atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto