tirto.id - Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari mengatakan dua dari tiga tersangka kasus pencucian uang hasil bisnis narkoba, yang baru-baru ini terbongkar, pernah terjerat pidana judi online.
"2 tersangka pada waktu lalu pernah ditangani di Mabes Polri dan Polda Metro Jaya, tetapi dalam kasus tindak pidana perjudian online," kata Arman di kantor BNN, Jakarta, pada Rabu (28/2/201).
Menurut Arman, BNN memang belum bisa menyimpulkan keterkaitan kasus pencucian uang hasil perdagangan narkoba ini dengan aktivitas judi online. Tapi, BNN akan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menelaah keterkaitan antara kasus pencucian uang ini dengan perjudian online.
Kasus pencucian uang hasil bisnis narkoba senilai Rp6,4 triliun ini terbongkar berkat kerja sama BNN dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). BNN sudah menangkap 3 tersangka di kasus ini, yakni Devi Yuliana, Hendi Ramli dan Fredi Heronusa. Mereka diduga sudah beroperasi sejak 2014.
Modus ketiganya dalam kasus pencucian uang itu ialah dengan berpura-pura sebagai importir. Mereka mengoperasikan 6 perusahaan fiktif, yakni PT Prima Sakti, PT Untung Jaya, PT Dik Jaya, PT Grafika Utama, PT Hoki Cemerlang, dan Devi&Rekan Sejahtera. Mereka memalsukan invoice untuk bisa bertransaksi di bank-bank di Cina, India, Jepang, Jerman, sampai Australia.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Agung Setya membenarkan tersangka di kasus ini pernah terlibat judi online.
"Saudara DY (Devi Yuliana) ini adalah tersangka saya di tahun 2016 dalam kasus judi online," kata Agung di kantor BNN hari ini.
Agung menambahkan ada indikasi keterkaitan antara kasus pencucian uang ini dengan aktivitas judi online yang melibatkan tersangka. Sebab, tersangka memanfaatkan tiga perusahaan fiktif di kasus judi online pada 2016. Ketiga perusahaan itu digunakan lagi oleh para tersangka di kasus pencucian uang. Ketiganya ialah PT Prima Sakti, PT Untung Jaya Sejahtera dan PT Hoki Cemerlang Investama.
Menurut Agung, fakta ini membuktikan tersangka mengulangi tindakan pidana sehingga bisa memperberat hukumannya. Ia pun meminta publik untuk ikut mengawasi aktivitas 3 perusahaan itu.
Saat ini, ketiga pelaku baru menjadi tersangka pelanggaran pasal 137 UU 35 tahun 2009 tentang narkotika dan pasal 3, 4 serta 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pelaku Pencucian Uang Terhubung dengan Gembong Narkoba Kakap
Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari menjelaskan ketiga tersangka kasus pencucian uang senilai Rp6,4 triliun itu juga terbukti pernah berhubungan dengan gembong narkoba kakap.
"Kasus yang kita tangani ini tidak berdiri sendiri, Juga terkait dengan beberapa kasus tindak pidana narkoba beberapa waktu lalu atas nama Poni Chandra dan Togiman atau Toge," kata Arman.
Poni Chandra merupakan salah satu bandar narkoba besar di Indonesia. Poni ditangkap pada 25 September 2014 di Jakarta Pusat. Poni merupakan narapidana dengan hukuman 20 tahun penjara karena kasus kepemilikan 57 ribu butir ekstasi. Ia menghuni lapas di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah sejak 2006 dan kemudian dipindah ke Lapas Cipinang, Jakarta Timur.
Sementara Togiman alias Toge merupakan salah satu narapidana narkoba kawakan. Ia sudah divonis 2 kali hukuman mati akibat kasus narkoba. Terakhir, ia dikabarkan mendapat vonis hakim 17 tahun penjara akibat kasus pencucian uang. Hingga saat ini, Toge belum menjalani eksekusi mati.
Arman menambahkan sindikat pelaku pencucian uang ini juga pernah berhubungan dengan terpidana narkoba yang sudah dieksekusi mati, Freddy Budiman. Penyidik mendapati sejumlah aset dan aliran keuangan dari Fredi Budiman diterima oleh sindikat ini.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom