tirto.id - Dalam catatan Transparency International, Rumania adalah salah satu negara paling korup di Eropa. Mereka berdampingan dengan Italia, Yunani, dan sejumlah negara lain yang diberi skor kurang dari 5 (untuk total 10) dalam ranking Indeks Persepsi Korupsi 2016. Rumania adalah negara ke-57 paling korup dari 175 negara dengan skor: 48 dari total 100. Di Eropa, Rumania menempati urutan ke-29 di Eropa dengan skor: 4,4 dari total 10.
Dalam kurun dua dekade terakhir (1997-2016), Rumania rata-rata mendapatkan skor 69,35. Kalah dari negara-negara Afrika dengan tingkat ekonomi lebih rendah seperti Lesotho, Ghana, atau Rwanda. Jangan pula dibandingkan dengan ranking Finlandia (skor 9/10) dan negara Skandinavia lain seperti Denmark (9/10), Swedia (8,8/10), atau Norwegia (8,5/10).
Meski telah mengalami sejumlah kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya, pekerjaan rumah Rumania masih panjang. Korupsi di sana seperti kanker yang menyebar di segala lini, mulai dari tingkat elite hingga birokrasi di level bawah pemerintahan Rumania.
Rakyat Rumania makin muak saat pekan lalu sebuah aturan kontroversial muncul dari kabinet pemerintahan yang dipimpin koalisi partai kiri: Partai Demokratik Sosial (PSD). Sang Perdana Menteri dari partai tersebut, Sorin Grindeanu, berkata bahwa penjara di Rumania sudah penuh oleh kriminal. Maka, pada Selasa (30/1/2017) ia mengambil keputusan untuk mendekriminalisasi korupsi yang melibatkan uang hingga €44.000 (sekitar Rp600 juta lebih). Mereka yang nilai korupsinya maksimal Rp600 juta dibebaskan.
Tak butuh waktu lama untuk warga Rumania untuk menumpahkan kemarahannya ke jalanan. Peraturan baru itu, bagi mereka, adalah jalan bagi koruptor kelas teri dan menengah untuk meloloskan diri dari jeruji besi. Salah satu politisi yang akan diuntungkan adalah Liviu Dragnea, ketua PSD yang sedang menghadapi tuduhan merugikan negara sebesar €24.000, atau setidaknya Rp300 juta.
Rakyat Rumania yang turun ke jalanan di kota Bukares mencapai lebih dari 250 ribu. Sejumlah media internasional seperti Al Jazeera bahkan memprediksi jumlah massa aksi hingga setengah juta. Terlepas dari jumlah pastinya, peristiwa ini adalah demonstrasi dengan skala terbesar sejak aksi menuntut tumbangnya komunisme di Rumania pada tahun 1989.
Akibat tekanan warganya, Grindeanu menyerah. Pemerintah Romania akan mengadakan pertemuan darurat untuk menghapus aturan yang bisa memberikan perlindungan bagi politikus kotor itu. Sebagaimana dikutip dariBBC, sang perdana menteri pada Minggu (5/2/2017) waktu setempat berujar, “Saya tak mau memecah Rumania.”
Pernyataan ini sontak disambut oleh sorak sorai para demonstran. Namun, mereka belum puas. Perwakilan demonstran menegaskan pada awak media bahwa mereka tak akan menghentikan upaya untuk menekan kabinet. Aksi protes akan tetap digulirkan hingga aturan kontroversial, yang rencananya akan disahkan pada 10 Februari mendatang itu, benar-benar dicoret. Beberapa demonstran menyuarakan tuntutan yang lebih tegas, yakni pengunduran diri seluruh anggota kabinet pemerintahan Rumania.
Langkah pengunduran diri akibat kasus korupsi bukan hal yang asing di Rumania. Dua tahun lalu, tepatnya tanggal 30 Oktober 2015, ribuan rakyat Rumania turun ke jalanan untuk memprotes tragedi kebakaran di sebuah kelab malam di Bukares yang merenggut nyawa 64 orang. Bau tak sedap yang muncul dari lokasi kebakaran bercampur dengan aroma korupsi di tubuh pemerintahan. Orang yang dikaitkan dengan kasus ini tak tanggung-tanggung, yakni sang perdana menteri Victor Ponta sendiri.
Dalam narasi Foreign Policy, 25 ribu demonstran memampatkan kemarahannya dalam satu frasa “corupția ucide!” alias “korupsi membunuhmu!” Tak lelah mereka meneriakkannya sepanjang jalannya aksi. Atas tekanan yang demikian kuat, tak lama kemudian Ponta benar-benar mengundurkan diri dari jabatannya.
Jika ditarik mundur ke belakang, aksi turun ke jalan makin masif di Rumania sejak tumbangnya rezim komunis. Tradisi ini penting, sebab tanpa tekanan dari elemen sipil, pekerjaan menuntaskan korupsi yang sedemikian akut di tubuh pemerintahan tak akan berjalan dengan progresif.
Korupsi menjadi salah satu utama penyebab stagnasi—bahkan dekadensi—ekonomi Rumania. Parlemen Uni Eropa (UE) pernah menghitung kerugian yang dialami Rumania akibat korupsi yaitu sebesar 15 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara. Rumania, bersama, Bulgaria, selalu dalam radar UE untuk urusan korupsi.
Pada 2012, rakyat Rumania berbondong-bondong turun ke jalan untuk memprotes mundurnya Deputi Kementerian Kesehatan yang dihormati oleh banyak warga Rumania, Raed Arafat. Arafat pada waktu itu dikenal sebagai orang yang getol menentang rencana pemerintah yang ingin memprivatisasi sebagian dari pelayanan kesehatan negara.
Rakyat Rumania turun ke jalan untuk menentang privatisasi, korupsi, dan pemerintah yang dianggap tak kompeten. Tak hanya di Bukares, namun juga di kota-kota lainnya. Konfrontasi dengan aparat kepolisian saat itu tak bisa dihindarkan.
Aksi yang berlangsung hingga berhari-hari menuai hasil yang cukup sepadan: Lima hari usai Bukares “dibakar massa yang marah,” Arafat kembali diangkat ke jabatan semula. Rencana privatisasi disimpan, dan rezim korup memutuskan untuk mundur. Sejak itulah Victor Ponta berkuasa mewakili PSD. Sayang, harapan orang-orang atas pemerintahan yang bersih ternodai atas kasus kebakaran kelab malam. Rezimnya hanya bertahan kurang lebih 3 tahun.
Disokong DNA, KPK-nya Rumania
Perjuangan sipil anti-korupsi di Rumania hanya akan berakhir sebagai sumpah serapah tanpa difasilitasi oleh lembaga pemerintah yang kredibel dan independen. Jika di Indonesia ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Rumania ada Direktorat Anti-Korupsi Rumania atau dikenal dengan akronim DNA.
Saat ini orang yang mengepalai DNA adalah perempuan berusia 43 tahun yang menjadi wajah perjuangan anti-rasuah Rumania, namanya Laura Codruta Kovesi. DNA sendiri sejak didirikan pada 2003 segera meraup reputasi yang membanggakan bagi rakyat Rumania sekaligus menakutkan untuk para koruptor. Wibawa lembaga itu bertambah sejak 2013, saat Kovesi rehat dari jabatan Jaksa Agung dan mengambil alih kepemimpinan DNA.
“Tahun 2015 DNA menjaring lebih dari 1.250 terdakwa untuk kasus korupsi untuk level tinggi hingga menengah,” ungkapnya kepada The Telegraph.
“Di antara para terdakwa terdapat satu perdana menteri (yang sedang berada di kantor saat dituntut), lima menteri, 16 anggota parlemen, lima senator, 97 mayor dan 32 direktur perusahaan negara, dan 497 orang yang menjabat di institusi-institusi publik,” jelasnya sembari menambahkan bahwa tingkat keberhasilan pemidanaan mencapai 95 persen.
Kovesi memang mengaku belum menangkap semua koruptor. Namun, sepak terjangnya bersama DNA membuat rakyat Rumania lebih optimis memandang masa depan. Ia selalu mengedepankan perlakuan hukum yang sama bagi para terdakwa, alias tak memandang tinggi-rendahnya jabatan atau popularitas. Keberanian ini akhirnya menular pada masyarakat Rumania yang makin rajin melaporkan tindak korupsi yang terjadi di sekitar mereka.
Salah satu kunci utama keberhasilan DNA dalam bekerja adalah menjalin kerja sama yang kokoh dengan Badan Inteligen Rumania (SRI) sehingga DNA bisa memiliki infrastruktur yang memadai, jaringan yang kuat, dan modus operandi yang efektif. DNA dipuji-puji oleh pejabat dari seantero Eropa, dan menjadikan Kovesi sebagai salah satu orang paling berkuasa di Romania saat ini. Setidaknya demikian kata media-media nasional maupun internasional.
Rupanya Kovesi justru tak nyaman dengan status itu.
“Jika kita berbicara tentang pihak yang paling berkuasa, kukira mereka adalah rakyat Rumania yang jujur. Rakyat yang ingin membangun negara dengan keadilan dan rasa hormat, dan mereka yang bersikap serta bertindak demi Rumania yang bersih dari korupsi,” tandasnya.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani