tirto.id - “Simpel… gue ngambil jurusan yang susah untuk cari kerja kantoran, dan gue belum ada akses untuk kerja kantoran buat kerja yang gue suka waktu itu,” kata Adit.
Adit seorang milenial lulusan etnomusikologi ISI Yogyakarta memilih untuk menjadi freelancer. Ia hanya satu dari sekian banyak milenial di Indonesia yang memilih jalan hidup berkarir kerja lepas atau non formal kantoran.
Selain Adit, ada Ida (26) yang juga memilih menjadi freelancer. Alasannya agar dapat berinteraksi dengan lebih banyak orang dengan latar belakang bermacam-macam.
Adit, Ida adalah segelintir contoh dari generasi milenial yang memilih jalur bekerja lepas dan keluar dari rutinitas kantor tradisional. Mereka tidak sendiri, banyak dari generasi milenial yang memilih zona tak nyaman dengan menjadi freelancer. Mengapa mereka memilih pekerjaan tersebut? Penelitian yang dilakukan oleh Elance-oDesk dan Millennial Branding pada 2014, mengungkapkan freelancing, atau bekerja lepas, menarik bagi milenial di Amerika Serikat.
Sebanyak 69 persen milenial akan memilih untuk bekerja lepas (freelance) jika mereka mampu mendapatkan proyek dengan upah yang sepadan. Tak hanya itu, 79 persen milenial mempertimbangkan untuk keluar dari pekerjaan saat ini dan bekerja untuk dirinya sendiri di masa depan. Sedangkan, di Indonesia, menurut Elance-oDesk (2014), ketertarikan milenial untuk bekerja dari rumah masih cukup tinggi. Dari skala 1-5, Indonesia berada di peringkat atas dengan nilai 4,5; melebihi Bolivia (4,4), Pakistan (4,3), dan Filipina (4,2). Pekerjaan freelance di Indonesia masuk sebagai kategori pekerja informal.
Berdasarkan definisi dari Badan Pusat Statistik, pekerja informal mencakup kategori penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian maupun nonpertanian dan pekerja keluarga/tidak dibayar. Sedangkan pekerja di sektor formal mencakup status berusaha dengan dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan.
Bila dibandingkan, proporsi pekerja pada sektor informal lebih tinggi dibandingkan sektor formal. Pada 2014, proporsi pekerja sektor formal adalah 40,19 persen dari total jumlah penduduk bekerja atau sekitar 47,49 juta pekerja. Proporsi ini meningkat menjadi 41,72 persen pada 2016 atau sekitar 50,34 juta orang yang bekerja pada sektor formal.
Sedangkan, pada sektor informal, jumlah pekerja pada 2014 sebesar 70,68 juta pekerja atau sebesar 59,81 persen dari total penduduk bekerja. Jumlah ini meningkat menjadi 70,31 juta orang atau 58,28 persen dari total penduduk bekerja pada 2016. Pada sektor informal, proporsi penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri merupakan yang terbesar. Pada 2014, proporsinya sebesar 28,75 persen atau setara dengan 20,32 juta pekerja. Jumlah ini meningkat menjadi 20,39 juta pekerja dengan status berusaha sendiri pada 2016.
Selain penduduk yang bekerja sendiri, yang dapat dimasukkan dalam kategori freelance adalah pekerja bebas. Sejak 2014, proporsi masyarakat Indonesia yang bekerja bebas mengalami peningkatan. Pada 2016, jumlah pekerja bebas di Indonesia mencapai 12,24 juta pekerja atau 17,41 persen dari total pekerja informal. Nilai ini meningkat dari 11,49 juta pekerja bebas atau 16,26 persen pada 2014.
Pada kategori usia milenial, 25-34 tahun, jumlah pekerja yang berusaha sendiri per Agustus 2016 sebanyak 4,42 juta pekerja atau setara dengan 6,29 persen dari total pekerja sektor informal. Sedangkan, jumlah pekerja bebas, baik di pertanian maupun non pertanian, untuk periode yang sama tercatat sebesar 2,86 juta pekerja atau 4,06 persen dari total pekerja sektor informal. Namun demikian, milenial belum menggantikan dominasi pekerja dari kelompok usia Gen X atau Baby Boomer.
Pada kelompok pekerja yang berusaha sendiri, per Agustus 2016, jumlah berusia 35-44 tahun saja mencapai 5,47 juta pekerja. Sementara, pekerja bebas, baik sektor pertanian maupun non pertanian, pada periode dan kategori usia yang sama berjumlah 3,31 juta pekerja.
Berdasarkan jenis kelamin, baik pekerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas, didominasi oleh laki-laki. Laki-laki Indonesia pada usia milenial lebih memilih berusaha sendiri dibandingkan menjadi pekerja bebas. Pada Agustus 2016, jumlah laki-laki yang berusaha sendiri sebesar 2,82 juta pekerja. Sedangkan, jumlah pekerja bebas laki-laki pada periode yang sama adalah 2,42 juta pekerja.
Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, preferensi jenis pekerjaan generasi milenial yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan berbeda. Pada Agustus 2016, terlihat generasi milenial di perkotaan lebih banyak menjadi pekerja dengan status bekerja sendiri dengan jumlah 2,32 juta pekerja. Sedangkan, pada periode yang sama, generasi milenial yang tinggal di pedesaan lebih banyak menjadi pekerja bebas, dengan jumlah 1,76 juta pekerja.
Meningkatnya tren freelance pada Millennial tak lepas dari karakteristik milenial yang menyukai jam kerja dan tempat bekerja yang fleksibel. Selain itu, sektor informal yang lebih memperhatikan skill dibandingkan kualifikasi pendidikan juga menjadi alasan milenial lebih memilih menjadi freelance.
Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, loyalitas milenial terhadap perusahaan pun lebih rendah, seperti survei Elance-oDesk yang menyatakan 58 persen milennial hanya akan bertahan kurang dari tiga tahun pada pekerjaannya. Loyalitas ini juga menjadi salah satu penyebab milenial lebih memilih menjadi freelance. Tak hanya pekerja milenial, freelance juga diminati oleh perusahaan.
Berdasarkan survei yang dikeluarkan oleh upwork dalam Future Workforce Report 2017, sebanyak 84 persen perusahaan di dunia menyatakan akan menunda atau membatalkan proyek bahkan memperpanjang beban kerja bila mereka tidak bisa menyewa tenaga freelance untuk membantu pekerjaannya. Selain itu, sembilan dari sepuluh manajer menyatakan lebih puas dengan keterampilan tenaga freelance ketimbang tenaga kerja mereka sendiri.
Sayangnya, meskipun jumlah pekerja pada sektor informal berkontribusi signifikan pada peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi mereka tidak mendapatkan perlindungan negara. Dalam hal ini, mereka belum mendapat keamanan kerja (job security) serta masih banyaknya pekerjaan mereka yang ditangani oleh unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Milenial memang masih asyik dengan hasrat dunia kerja yang mereka idamkan yaitu hal yang fleksibel daripada sesuatu yang pasti.
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Suhendra