tirto.id - Harga telur ayam terus meroket. Saat ini dibanderol di pasar mencapai Rp33.000 per kilogram. Para pemilik warteg pun ikut terdampak. Mereka harus putar otak mencari cara agar pelanggan tidak kocar-kacir.
"Sekarang kan daya beli masyarakat ini belum pulih, kita mau menaikan harga ya enggak mungkin ya. Kalau kita naikan takutnya pelanggan itu [beralih] ya kan persaingan sudah ketat, kita akhirnya lebih kreatif untuk memilih telur yang kecil, dari yang sekilonya 16 butir kita cari yang 18 butir,” kata Ketua koordinator Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni kepada Tirto, Rabu (24/8/2022).
Walaupun harga telur di pasar terus meroket, Mukroni mengakui para pemilik warteg tetap menjual dengan harga normal Rp5000 per butir. Mengaku tidak bisa menaikkan harga, mereka mencari cara. Salah satunya dengan memilih ukuran telur yang lebih kecil dengan harga telur yang saat ini dijual dengan harga Rp33.000 per kilogram.
"Gini kalau harga telurnya tinggi kita cari telur yang ukuran kecil ya, yang kita bisa dapet 16 butir ya dijual dengan harga Rp5.000 per butir kan kita hanya dapat Rp80.000 ya kalau 18 kan kita dapat Rp90.000 kan itu kan kita akhirnya bisa menyiasati harga telur itu," ungkapnya.
Ancaman gulung tikar pun tidak bisa dihindari jika harga telur dan sembako terus berlanjut. Ditambah dengan kesulitan untuk membayar biaya sewa untuk tempat usahanya.
"Makanya ini kalau harga pangan enggak bisa terkendali gini ini banyak yang akan gulung tikar. Kalau kondisinya gini ya, tapi untuk menyewa memperpanjang kontrakan ini yang berat karena itu coast yang paling besar ini kontrakan, kan lumayan ya, Rp50-100 juta setahun. Selama pendapatan kan kami kesulitan untuk dapat dengan harga pangan sekarang. Gimana ya kondisinya sekarang kita mau naikan harga misalnya ya, ya enggak mungkin lah," ungkapnya.
Untuk diketahui, Harga telur ayam di sejumlah daerah mengalami lonjakan sampai Rp33.000 per kg dari sebelumnya Rp27.000 per kg. Kenaikan tersebut sudah terjadi dalam beberapa hari belakangan.
Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN) Alvino Antonio menjelaskan, kenaikan harga daging ayam di pasaran memicu pasokan meningkat di pasar. Hal tersebut membuat ayam petelur berkurang dan membuat produksi telur di beberapa daerah mengalami penurunan.
“Selama ini kan suplai berkurang ya karena harga kemarin jatuh peternak kan populasinya berkurang otomatis tidak punya jadinya. Misalnya biasanya pelihara ayam 10.000 jadinya rugi, akhirnya kemampuan pelihara ayamnya berkurang jadi peliharanya jadi 6.000. Kemudian perlahan-lahan kan demand menjadi naik. Nah demand ini naik kemudian harga telur ini naik,” kata dia kepada Tirto, Senin (22/8/2022).
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Intan Umbari Prihatin